Kamis, 22 Oktober 2020

MANUSIA MAKHLUK IBADAT_ TUGAS RESUME BAB 3

 BAB 3

MANUSIA MAHLUK IBADAT 


Materi bab 3 ini terdiri atas :

3.1 Mahluk Allah yang Diciptakan untuk Beribadat

3.2 Konsep Ibadat dalam Islam

3.3 Konsep Three-in-one (Iman-Ilmu-Amal)

3.4 Ibadat Mahdhah

3.5 Ibadat Shalat sebagai Lokomotif

3.6 Tugas Latihan



PENDAHULUAN 

3.1 Makhluk Allah yang Diciptakan untuk Beribadat

Ibadat itu berarti merespons apa yang telah diberikan Allah. Respons itu ada yang positif dan negatif. Hanya jin dan manusia yang disebutkan Allah sebagai makhluk yang harus beribadat. Allah telah menetapkan sejak awal penciptaan manusia dengan dua sifat, yaitu  “sisi buruk (fujur) dan sisi baik (taqwa)”.Manusia diciptakan Allah sebagai mahluk yang memiliki bentuk yang sebaik-baiknya, lebih sempurna daripada makhluk lain. Manusia, sejak awal penciptaan, telah “siap” memikul beban tugas amanat Allah yang ditolak oleh langit, gunung, dan bumi. Allah  tidak memberi kesempatan kepada mahluk selain manusia dan jin untuk memiliki kemampuan mengubah kondisi dirinya kecuali jenis malaikat, iblis, binatang, tumbuhan, dan alam secara luas, berada pada posisi mahluk yang tidak pernah berubah, tidak mampu mengubah dirinya.Malaikat sejak awal penciptaan oleh Allah tetap berada pada posisi mahluk penurut, selalu taat kepada Allah, sedangkan bangsa iblis, sejak awal penciptaan Adam As, dan ketika mereka diperintah bersujud oleh Allah untuk (menghormati) manusia pertama yaitu Adan As, tetap berada dalam sikap membangkang. Seperti yang telah dijelaskan ayat dibawah ini.

مَا نُنَزِّلُ الْمَلَائِكَةَ إِلَّا بِالْحَقِّ وَمَا كَانُوا إِذًا مُنْظَرِينَ

Artinya: “Kami tidak menurunkan Malaikat melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh”(Q.S. Al-Hijr, 15: 08)

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ 


Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: "Sujudlah[36] kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir” (Q.S. Al-Baqarah, 02:  34)


Kesombongan Iblis adalah salah satu penyebab mengapa Iblis membangkang kepada perintah Allah. Kesombongan yang dimiliki Iblis, tentu, adalah berdasarkan rancangan pasti dari Allah. Allah menetapkan satu kondisi keseimbangan yang menyertai ketaatan. Ketaatan ditetapkan menjadi milik mutlak para malaikat, sementara penyeimbangnya berupa ketidaktaatan, pembangkangan, ditetapkan menjadi milik para Iblis. Keduanya, Nanti, akan menyertai kondisi yang telah dianugerahkan kepada manusia (khususnya) dan Jin, yaitu sisi taqwa dan sisi fujur. Selain malaikat dan Iblis, mahluk Allah yang lain yaitu tumbuhan dan binatang, dalam kondisi apa pun, memiliki pola kehidupan yang cederung tetap, tidak mampu mengubah dirinya. Allah telah menetapan ketentuan-ketentuan yang pasti kepada mahluk-Nya yang berupa tumbuhan dengan keteraturan yang pasti.


3.2 Konsep Ibadat dalam Islam

Ibadat berarti mengabdi mengikuti pola dan mengembangkan pola. Pola ini diatur agar semua pelaksana bisa dengan mudah melakukan semua perintah. Pola ibadat adalah ketentuan Allah berupa ikatan yang tidak bisa diubah dalam semua ibadat mahdhah, ibadat yang telah dipastikan bentuk, tempat, cara, hitungan, dan sanksi pelaksanaannya. Ibadat yang terpola adalah ibadat vertikal. Jenis ibadat ini adalah ibadat utama yang harus dilakukan oleh semua manusia yang mengaku hanya berserah diri kepada Allah. Ibadat vertikal, banyak berupa ibadat yang melibatkan perilaku fisik ini, bisa dilakukan orang-perorangan tanpa perantara, yaitu “berhadapan langsung” dengan Allah. Seperti yang telah dijelaskan pada ayat dibawah ini

فَادۡعُوا اللّٰهَ مُخۡلِصِيۡنَ لَهُ الدِّيۡنَ وَلَوۡ كَرِهَ الۡـكٰفِرُوۡنَ

Artinya: “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya)” (Q.S. Ghafir, 40: 14)


Pola ibadat berupa tuntunan sekaligus tuntutan Allah, telah dikemas dalam bentuk kitab (di antaranya terdiri atas shuhuf-shuhuf). Fungsi shuhuf adalah sebagai pedoman yang menyertai para Nabiyullah dalam menjalankan tugasnya. Dan, kitab-kitab yang diturunkan kemudian oleh Allah, selalu membenarkan isi kitab-kitab sebelumnya. Selain kitab, pembeda yang haq dengan yang bathil, yang diberikan oleh Allah kepada para Nabi adalah berupa kelebihan kemampuan di luar kemampuan manusia yang umum, yaitu berupa mukjizat.Ia bisa menjadi bukti nyata, terindera, maujud, menggambarkan kekuasaan Allah yang ditampilkan oleh para utusan-Nya, yang menjadi bukti konkret tentang keberadaan Allah bagi manusia. Perhatikan kutipan ayat dibawah ini :


وَرَسُولًا إِلَىٰ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ أَنِّى قَدْ جِئْتُكُم بِـَٔايَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ ۖ أَنِّىٓ أَخْلُقُ لَكُم مِّنَ ٱلطِّينِ كَهَيْـَٔةِ ٱلطَّيْرِ فَأَنفُخُ فِيهِ فَيَكُونُ طَيْرًۢا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۖ وَأُبْرِئُ ٱلْأَكْمَهَ وَٱلْأَبْرَصَ وَأُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۖ وَأُنَبِّئُكُم بِمَا تَأْكُلُونَ وَمَا تَدَّخِرُونَ فِى بُيُوتِكُمْ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَةً لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Artinya: “Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): "Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman.Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu, dan aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) daripada Tuhanmu. Karena itu bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku”.(Q.S. Ali ‘Imran, 03: 49-50)


يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran)”. (Q.S. An-Nisaa, 04: 174)

Bagian dari ibadat imani, seperti yang telah ada dalam pola Rukun Iman (mengimani tentang keberadaan Allah Swt, keberadaan malaikat Allah, kitab-kitab Allah, rasul-rasul Allah, keberadaan hari Qiyamat, dan keberadaan qadha serta qadar Allah), juga mengimani keberadaan mukjizat-mukjizat yang telah diberikan oleh Allah kepada para Nabi. Yang dikutip pada surah Al-Baqarah, 02: 03

ٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِٱلْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ

Artinya: “(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka” (Q.S. Al-Baqarah, 02: 03)

Hal lain yang ghaib, seperti keberadaan iblis, surga, neraka, pahala, siksa, dan yang tak terindera lainnya, menjadi kewajiban imani bagi semua manusia. Ibadat vertikal termaktub dalam pola aturan Rukun Islam. Ia terdiri atas ikrar dua kalimat syahadat, shalat, shaum, zakat, dan hajji. Ibadat amaliyah adalah juga menjadi tuntutan Allah kepada manusia, yaitu ibadat mu’amalat (horizontal antar manusia) dan ibadat horizontal lainnya berupa perilaku manusia terhadap alam.


3.3 Konsep Three-in-One (Iman-Ilmu-Amal)

Semua jenis ibadat (mahdhah dan ghair mahdhah) telah disediakan oleh Allah di dalam Al-Quran dan hadits Nabi Saw sebagai petunjuk pelaksanaannya. Seseorang yang mengaku muslim dituntut harus mampu merealisasikan pengakuannya sebagai muslim dalam tiga hal: iman, ilmu, dan amal. Seseorang yang telah rela berserah diri hanya kepada Allah dan meyakini bahwa Muhammad adalah Nabi yang risalahnya harus dituruti, harus menunjukkan bukti kepatuhannya dalam bentuk amal, perbuatan. Iman selalu digandengkan dengan amal shalih. Begitulah Allah merumuskan kesatuan iman dengan amal shalih. Allah selalu menyeru orang yang beriman sekaligus bershali shalih untuk dianugerahi pahala, orang yang beriman dan beramal shalih akan dihapuskan dosanya, dan Allah sangat menghargai orang-orang yang berimann. Perhatikan ayat dibawah ini, sebagai berikut:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ


Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.(Q.S. An-Nahl, 16: 97)


Tuntuan dalam agama Islam bukan sekadar mengandalkan pengakuan (keimanan)semata. Setelah seseorang bersyahadat, menyatakan pengakuan bahwa “Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah”, sebagai rukun Islam yang utama, seorang muslim harus menjalankan rukun Islam yang lainnya: shalat, shaum, zakat, dan hajji (semua dalam bentuk kegiatan amal). Tetapi, untuk melaksanakan amal, agar amal benar, sesuai dengan tuntutan sunnah Nabi saw, diperlukan pengetahuan tentangnya (ilmu). Tiga konten keislaman yang three-in-one (iman-ilmu-amal) harus dalam kesatuan yang padu berada dalam diri seorang muslim/muslimah, bersinergi menampilkan pribadi muslim yang kaffah. Jika satu unsur saja hilang, akan muncul bentuk-bentuk ketimpangan yang berisiko fisik (tampilan: ucapan dan perilaku) maupun psikis (keimanan).Satu sisi lain yang bisa menunjukkan bahwa janji Allah itu benar adalah terkait dengan janji Allah kepada orang beriman sekaligus menguasai ilmu pengetahuan. Allah telah menjanjikan pahala serta kemuliaan kepada orang-orang yang beriman dan berilmu. Allah mengangkat derajat orang-orang yang memiliki ilmu (ilmu tentang kebutuhan hidup di dunia maupun akhirat) yang didasari oleh keimanan, seperti potongan surah Q.S. Al-Mujaadilah, 58: 11 yang berbunyi


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. Al-Mujaadilah, 58: 11).


Bukti yang nyata tentang janji Allah tersebut telah tampak secara duniawi. Masyarakat di negara-negara yang memuliakan ilmu pengetahuan telah berada dalam posisi di atas masyarakat lainnya yang kurang pandai mengelola ilmu. Jepang, Jerman, Cina, Amerika, dan sejumlah negara yang masyarakatnya pandai mengelola ilmu Allah, telah diberi posisi lebih tinggi dibanding posisi masyarakat di negara lainnya yang kurang menguasai Ilmu. Hal ini menunjukkan bahwa janji Allah, sekalipun tuntutannya baru terpenuhi sebagian, yaitu menguasai ilmu, telah sangat nyata. Allah membuktikan janji-Nya secara duniawi. Orang yang beriman tanpa ilmu berada pada posisi taklid, bahkan taklid buta. Orang yang berilmu tanpa keimanan, hasil olah pikirnya cenderung mendatangkan mafsadat, kerusakan, kesengsaraan masyarakat. Orang yang berilmu tanpa amal akan dilaknat oleh Allah. Dan, orang yang beramal tanpa iman, amalnya Tidak akan membuahkan pahala apapun di sisi Allah. Seperti penjelasan ayat di bawah ini, 



إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَآ أَنزَلْنَا مِنَ ٱلْبَيِّنَٰتِ وَٱلْهُدَىٰ مِنۢ بَعْدِ مَا بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِى ٱلْكِتَٰبِ ۙ أُو۟لَٰٓئِكَ يَلْعَنُهُمُ ٱللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati” (Q.S. Al-baqarah, 02: 159)


3.4 Ibadat Mahdhah

Ada dua kategori ibadat dalam Dinul Islam. Ibadat yang dilakukan dengan pedoman ketat (sejenis pakem plus) dan ibadat yang diatur hanya esensinya, sementara pelaksanaannya bisa terkait dengan kondisi lingkungan dan zaman. Tetapi, zaman tidak bisa mengatur bentuk dan jenis ibadat ini. Istilah pakem hanya dipinjam untuk menunjukkan posisi aturan yang mengikat dan menjadi pola dalam kegiatan, tetapi karena pakem buatan manusia, pakem bisa diubah kapan saja. Sementara itu, pakem plus adalah pakem atau aturan pasti yang tak bisa diubah berdasar keinginan manusia. Sejak masa Nabi saw hingga kapanpun, ibadat yang terikat oleh pakem plus, ibadat mahdhah, tetap dengan pola yang sama, dengan aturan yang pasti persis sama pola kegiatannya.

3.4.1 Syahadatain

Pakem plus dalam ibadat mahdhah mengikat urusan waktu, hitungan, tempat, cara, dan ketentuan-ketentuan yang sangat mengikat jenis ibadat mahdhah ini. Idadat ini terdiri atas ibadat utama, sangat mendasar, yang ditata menjadi rukun dalam Islam. Redaksi syahadat sebagai ibadat ikrairyah tidak bisa diubah dan mengikuti apa yang dicontohkan oleh Nabiyullah Muhammad saw: 

“Asyhadu an laa ilaaha illa-Allah, wa asyhadu anaa Muhammadan Rasuulullah”. Ikrar syahadat adalah ibadat mahdhah yang pertama.

3.4.2 Ibadat Shalat

Ibadat mahdhah yang kedua adalah shalat. Shalat terdiri atas shalat fardhu dan shalat sunnat. Shalat fardhu dan shalat sunnat memiliki kesamaan cara dan isi do’anya, tetapi jumlah rakaat dan waktu dalam shalat fardhu telah ditetapkan secara pasti, tak bisa diubah (kecuali dalam kondisi tertentu, kondisi rukhshah yang telah ditetap oleh Allah melalui uswah Rasulullah). Shalat wajib yang terdiri atas lima waktu shalat tertentu dengan jumlah rakaat yang tertentu, adalah shalat yang sangat diikat terutama oleh ketetapan waktu sedangkan jumlah shalat sunnat secara khusus diatur juga secara ketat, yaitu shalat-shalat sunnat rawatib dan shalat nafilah, sementara shalat sunnat lainnya bisa dilakukan dengan kondisi aturan yang lebih bebas waktu. Semuaemua keterangan tentang SoP shalat (fardhu) ada dalam sejumlah hadits Nabi: qauliyah (ucapan), fi’liyah (perbuatan), maupun takririyah (persetujuan atau diamnya Nabi atas perbuatan yang dilakukan para sahabatnya). Oleh karena itu, oang muslim tidak cukup hanya sekadar menafsir ayat-ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran semata. Dalam menjabarkan perintah-perintah Allah dibutuhkan tafsiran yang menggunakan hadits Nabi di samping ayat-ayat Al-Quran. Hadits Nabi, contohnya, diperlukan untuk menjabarkan secara lengkap perintah Allah tentang tata cara shalat, melalui kegiatan mencontoh shalat yang dilakukan oleh Nabi saw. Shalat, lebih khusus shalat fardhu, adalah ibadat yang sangat terikat oleh pakem plus. Di samping kewajiban yang sangat mengikat tentang shalat, Allah telah menyediakan satu aturan yang bisa dimanfaatkan oleh manusia sesuai dengan kondisi-kondisi tertentu. Dalam pelaksanaan shalat wajib, ada sejenis ‘keringanan’ yang disebut dengan ‘rukhshah’. Rukhshah ini terkait dengan kondisi-kondisi tertentu yang menyebabkan kesulitan sementara bagi seseoarang. Musafir (kondisi dalam perjalanan), sakit, suasana ketakutan karena perang, adalah contoh kondisi yang bisa dikaitkan dengan berlakunya keringanan pelaksanaan shalat fardhu berbentuk rukhshah tadi.


فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا ۖ فَإِذَآ أَمِنتُمْ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُم مَّا لَمْ تَكُونُوا۟ تَعْلَمُونَ

Artinya: “Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui (Q.S. Al-Baqarah, 02: 239)

Dalam kondisi rukhshah, Nabi saw juga mengajarkan pelaksanaan ibadat shalat fardhu dngan cara jama’. Pengertian istilah jama’ adalah menggabung dua waktu shalat dalam waktu shalat yang terdahulu atau terakhir, dengan persyaratan kondisi musafir. Ada dua ketetapan waktu tentang shalat jama’, yaitu jama’ taqdim dan jama’ takhir. Jama’ taqdim adalah penggabungan dua waktu shalat yang pelaksanaannya pada waktu yang pertama, sementara jama’ takhir adalah penggabungan dua waktu shalat yang pelaksanaannya pada waktu yang kedua. Shalat fardhu adalah kewajiban yang “melekat” pada semua orang yang mengaku muslim. Shalat fardhu tidak bisa ditinggalkan (kecuali untuk muslimah yang sedang berhalangan: haidh atau nifas). Kewajiban shalat (fadhu) melekat dalam perilaku ibadat seorang muslim/muslimat terkait dengan posisi ibadat shalat sebagai ibadat mahdhah yang utama setelah syahadatain. shalat (lebih khusus shalat fardhu) diposisikan sebagai tiang agama. Oleh karena itu, jika ada muslim/muslimat yang tidak mendirikan shalat secara baik dan benar, yang bersangkutan dianggap telah meruntuhkan bangunan agama yang menaunginya.


ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. Al-Ankabuut, 29: 45)


Untuk melengkapi, bahkan memperbaiki, kondisi shalat fardhu adalah melaksanakan shalat sunnat. Shalat sunnat diatur oleh Rasulullah secara kategoris: sunnat muakkad (rawatib) dan ghair muakkad. Sejumlah shalat sunnat lainnya yang umum dilakukan oleh ummat Islam berdasarkan contoh yang pernah diakukan oleh Nabiyullah saw adalah: 

Shalat Sunnat Syukrul Wudhu dan Tahiyyatul Masjid 

Shalat sunnat Syukrul Wudhu adalah shalat sunnat yang dilakukan setelah melaskanakan wudhu, baik untuk shalat maupun menjaga wudhu. Setelah berwudhu, kemudian masuk masjid, ada juga shalat yang docontohkan oleh Nabiyullah sebagai bentuk adab terhadap masjid, yaitu shalat sunnat Tahiyyatul Masjid, seperti dalam keterangan berikut. 

Shalat Sunnat Dhuha

Shalat sunnat Dhuha, lebih dikenal sebagai shalat sunnat yang dikaitkan dengan usaha manusia memohon rezeki kepada Allah swt, dilaksanakan di pagi hari. Dalam sejumlah keterangan disebutkan bahwa waktu shalat sunnat Dhuha adalah ketika matahari mulai naik sepenggalah. Banyak yang menetapkannya dengan perhitungan waktu masa kini yaitu sekitar pukul 07 pagi. Rentang waktu yang bisa digunakan untuk melaksanakan shalat Dhuha, dalams sejumlah keterangan adalah hingga tengah hari, sekitar pukul 11.30an.

Shalat Sunnat Tahajjud dan Witir

Shalat sunnat Tahajjud diperintahkan dengan menggunakan kalimat perintah yang khusus. Dalam surat Al-Isra, 17: 79, Allah swt mengingatkan manusia untuk melakukan shalat Tahajjud dengan batas waktu pelakasanaan setengah malam. Janji Allah swt terkait shalat sunnat ini adalah tempat terpuji (maqaaman mahmuudaa) dan ucapan yang berisi (qaulan Tsaqiilaa).

Shalat Tarawih 

Shalat sunnat yang khusus dilakukan selama (setiap) bulan Ramadhan sebagai bentuk isi  kegiatan Qiyamullail, pada dasarnya hampir sama dengan Qiyamullail untuk Shalat 

Tahajjud. Persamaannya terkait dengan jumlah rakaat yang biasa dikerjakan di dalam kedua jenis shalat ini, yang diakhiri dengan Shalat Witir. Tetapi, Shalat Tarawih lebih banyak dilakukan secara berjamaah. 

Jenis shalat sunnat lainnya:

 1) Shalat Khusuf, yaitu shalat sunat sewaktu terjadi gerhana Bulan atau matahari.

 2) Shalat Istisqa, yaitu shalat sunat yang dikerjakan untuk memohon hujan kepada Allah swt. 

3) Shalat Janazah, yaitu shalat yang menjadi fardhu kifayah bagi muslim ketika ada muslim lainnya yang meninggal.

 4) Shalat Muthlaq, yaitu shalat sunnat 2 rakaat yang bisa dilakukan oleh seseorang pada saat diperlukan sebagai sebuah kondisi Dzikir.

 5) Shalat Hajjat, yaitu shalat sunnat yang dikaitkan dengan permohonan sesuatu Kepada Allah swt, yang memilik dasar yang hampir sama dengan 

6) Shalat Istikharah, yaitu (memohon petunjuk tentang pilihan). 

7) Shalat Tasbih, yaitu shalat yang biasa dikerjakan pada hitungan pertengahan bulan Ramadhan, sebagai bentuk pernyataan permohonan ampun kepada Allah swt. Semua shalat sunnat, sejauh ada keterangan yang jelas tentang pelaksanaannya, pernah dicontohkan oleh Nabiyullah atau disetujui dengan diamnya 

3.4.3 Zakat, Shaum, dan Hajji

Zakat, Shaum, dan Hajji, adalah ibadat mahdhah dalam paket Rukum Islam lainnya, yang juga sangat terikat dengan ketetapan waktu, tata cara pelaksanaan, dan tempat pelaksanaan (hajji). Semua ibadat mahdhah adalah ibadat utama yang harus dilakansakan oleh semua yang mengaku muslim/muslimat. Ibadat pokok ini adalah ibadat dasar, tanpa ibadat tambahan seorang muslim hanya mendapatkan pemenuhan kewajiban semata.

Zakat hanya akan berlaku kewajibannya terkait dengn sejumlah kondisi. Zakat dilengkapi persyaratan kondisi memiliki harta (hak penuh), nishab, dan cukup haul. Seseorang yang telah dianugerahi titipan harta dengan jumlah tertentu yang mencukupi syarat wajib zakat, maka yang bersangkutan, setelah satu tahun, harus mengeluarkan sebagian hartanya dalam bentuk zakat: a) emas, perak, uang baik berbentuk uang logam maupun uang kertas; b) barang tambang dan barang temuan; c) barang dagangan; d) hasil tanaman dan buah-buahan; dan e) binatang ternak yang merumput sendiri (jumhur ulama) atau binatang yang diberi makan oleh pemiliknya (Mazhab Maliki). Di samping harta dimaksud yaitu harta bergerak yang setiap waktu bertambah dan berkurang, dalam sejumlah keterangan, termasuk hartahasil kerja profesi.

Shaum atau puasa  (wajib) adalah ibadat mahdhah yang terkait ketat dengan waktu. Shaum wajib hanya disyariatkan pada bulan Ramadhan, sepanjang bulan Ramadhan yang diakhiri dengan hari raya Idul Fitri. Rangkaian kegiatannya meliputi kewjiban menahan diri dari dua Syahwat: perut dan bawah perut (kemaluan), sejak terbit fajar (datangnya waktu shubuh) hingga terbenam matahari (tibanya waktu Maghrib). Sejumlah aktivitas fisik (perilaku) maupun psikis (batin) yang juga bisa mengurangi nilai shaum bahkan “membatalkan nilai shaum” adalah perilaku menahan diri (perbuatan, sikap, rasa,

Hajji adalah ibadat wajib yang kewajibannya bersyarat. Artinya, kewajiban awal hajji adalah kepada semua muslim, tetapi ketika muslim tersebut belum memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, maka kewajiban hajji sementara bisa ditangguhkan. Bahkan, bagi muslim tertentu yang belum diberi kemampuan untuk berhajji, kewajiban tersebut terus akan ditangguhkan hingga muslim tersebut mampu.Disebutkan bahwa ibadat hajji adalah ibadat yang tergolong berat. Sisi berat yang dimaksud adalah menyangkut kemampuan tertentu. Yang dimaksud dengan kemampuan melaksanakan hajji terkait dengan kemampuan fisik (mampu melaksanakan perjalanan jauh dan melaksanakan sejumlah kegiatan rukun hajji yang memerlukan kekuatan fisik), kemampuan finansial, bahkan kemampuan yang terkait dengan keamanan baik di perjalanan maupun di tempat tujuan. 


3.5 Ibadat Shalat sebagai Lokomotif

Ibadat mahdhah diikat aturan yang pasti. Perjanjian syahadatain, sebagai contoh. Sekalipun hanya diikrarkan pada awal ketika seseorang mengaku siap diatur oleh aturan Allah swt dan mengikuti uswah hasanah Nabi saw, perjanjian itu menjadi fondasi utama pernyataan siap mengikuti aturan Allah swt yang tak bisa diganti dengan aturan-aturan yang lain. Setiap shalat fardhu harus dilaksanakan pada rentang waktunya yang telah ditentukan, begitupun jumlah rakaatnya untuk setiap shalat tetap ditetapkan. Dalam kondisi apapun, seseorang yang telah berikrar 2 kalimat syahadat, terikat oleh keharusan melaksanakan shalat fardhu pada saat datang waktunya. Seseorang muslim yang sedang dalam kondisi sehat terkena wajib melaksanakan shalat Fardhu, begitupun mereka yang sedang dalam kondisi sakit (muslimat yang haidh dan nifas misalnya) dan dalam perjalanan (dengan rukhshah yang telah ditetapkan). Yang sedang senang atau susah, sibuk atau santai, bahkan menjelang ajal. Seorang muslim harus melaksanakan shalat fardhu  ketika datang waktunya. Kewajiban shalat tidak akan bisa lepas dari seorang muslim, kecuali yang bersangkutan sudah meninggal atau masih hidup tetapi hilang akal. Ibadat mahdhah lainnya, sekalipun diikat oleh aturan, tetapi ada kondisi tenggang, ada kondisi keringanan tertentu yang bisa “melepas” kewajiban dalam melaksanakan ibadat tersebut. Penggantinya, bisa berupa mengganti shaum wajib di luar bulan Ramadhan atau mengganti kewajiban shaum dengan fidyah. Jika seseorang yang tidak bisa melaksanakan ibadat shaum wajib secara normal, juga tidak mampu menggantinya pada bulan lain, serta tidak sanggup mengeluarkan fidyah, maka kondisi tadi bisa menyebabkan lepasnya kewajiban Tentu kondisi tadi tidak akan berlaku pada pelaksanaan ibadat shalat wajib, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Ibarat seseorang yang memiliki barang siap kirim yang telah tersimpan dalam sejumlah kereta barang, kekayaan tersebut tidak akan bisa diberangkatkan jika tidak tersedia kereta lokomotifnya. Kereta lokomotif adalah kereta yang memiliki kekuatan untuk menjalankan mesin dan mengangkut kereta barang. Begitulah ibarat posisi ibadat shalat, sebagai lokomotif yang bisa mengangkut amal ibadat lainnya yang diumpamakan sebagai kereta-kereta barang. Ibadat shalat wajib adalah lokomotif yang akan mengangkut semua pahala ibadat wajib dan sunnat yang telah dikumpulkan oleh seseorang.

Beberapa hadits lain dengan matan yang agak berbeda, diriwayatkan oleh para ahli hadits lainnya, menyebutkan hal yang sama tentang posisi ibadat shalat fardhu sebagai amalan utama. Dalam peristiwa yang banyak diberitakan dalam media massa masa kini, begitu banyak orang yang beridentitas muslim/muslimah tetapi terlibat dalam banyak keburukan korupsi, misalnya. Bahkan dalam kasus yang lain, seseorang berada pada posisi (seharusnya) sebagai teladan ummat, tetapi juga ikut terlibat dalam mengorupsi harta ummat dan dalam kegiatan ibadat ummat. Sementara itu, media massa kerap menjadi corong kebohongan publik dalam bentuk pembnetukan pendapat umum yang berbalut iu-isu politik dan SARA. Banyak berita dan pendapat tentang Islam yang kurang nyaman dibaca, didengar, maupun ditionton, karena ulah sejumlah oknum yang mengaku muslim/muslimah tetapi perilakunya tidak Islami. Yang Artinya, shalat saja tanpa ibadat lainnya, bukan pilihan ibadat yang akan menjamin seseorang diterima ibadatnya oleh Allah swt. 

لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۦنَ وَءَاتَى ٱلْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَٰهَدُوا۟ ۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِى ٱلْبَأْسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلْبَأْسِ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُتَّقُونَ

Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”.(Q.S. Al-Baqarah, 02: 177)

Allah swt. bisa dihubungi tanpa batas ruang dan waktu. Manusia “berhadapan langsung” dengan Allah swt, lebih khusus pada waktu melaksanakan shalat. Allah swt menyediakan waktu untuk menerima do’a manusia pada setiap waktu. Dan, bahkan Allah swt menyediakan waktu khusus untuk menerima, menyambut, koneksi do’a manusia pada waktu-waktu khusus, waktu  ijabah do’a. Berikut sejumlah ayat Al-Quran yang terakait dengan konsep dan tuntutan ibadat Mahdhah:

لَهُۥ دَعْوَةُ ٱلْحَقِّ ۖ وَٱلَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِهِۦ لَا يَسْتَجِيبُونَ لَهُم بِشَىْءٍ إِلَّا كَبَٰسِطِ كَفَّيْهِ إِلَى ٱلْمَآءِ لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَٰلِغِهِۦ ۚ وَمَا دُعَآءُ ٱلْكَٰفِرِينَ إِلَّا فِى ضَلَٰلٍ

Artinya: “Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka (Q.S. Ar Ra’du, 13: 14)


3.6 Tugas Latihan

1. Jelaskan lengkap dengan ayat Al-Quran batasan pengertian mahluk ibadat!

Makhluk ibadat merupakan soal kesahajaan kita dalam menjalani hidup sebagai hamba Allah, makhluk yang seyogyanya terus mengabdi pada Allah. Oleh karena itu, makhluk ibadat dapat diartikan dengan bagaimana kita bisa lebih menghayati keberhambaan kita kepada Allah di setiap waktu yang akan membuat hidup kita menjadi lebih berarti contohnya melakukan sholat,puasa. Dibalik sisi baik yang diberi Allah kepada manusia. Namun, Allah juga memberika sikap buruk(Fujur) yang yang mana sikap buruk ini dapat dilakukan sebab adanya respons dari manusia sehingga, terkadang manusia bisa melakukan perilaku yang buruk tanpa kesadarannya itu semua merupakan peraturan yang telah izin atas dasar Allah.  Adapun kutipan ayat Al-Quran yang membahas makhluk ibadat, yakni:


مَا نُنَزِّلُ الْمَلَائِكَةَ إِلَّا بِالْحَقِّ وَمَا كَانُوا إِذًا مُنْظَرِينَ

Artinya: “Kami tidak menurunkan Malaikat melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh”(Q.S. Al-Hijr, 15: 08)


2. Jelaskan dan beri contoh konsep ibadat dalam Dinul(agama) Islam! 

Menurut dinul islam, Ibadat berarti mengabdi mengikuti pola dan mengembangkan pola. Konsep ibadat dalam dinul islam yaitu dengan menggunakan pola, pola ini diatur agar semua pelaksana bisa dengan mudah melakukan semua perintah. Pola ibadat adalah ketentuan Allah berupa ikatan yang tidak bisa diubah dalam semua ibadat mahdhah, ibadat yang telah dipastikan bentuk, tempat, cara, hitungan, dan sanksi pelaksanaannya, ibadat berupa tuntunan sekaligus tuntutan Allah, telah dikemas dalam bentuk kitab (di antaranya terdiri atas shuhuf-shuhuf). Dalam dinul islam ibadat dibagi menjadi dua jenis, yakni ibadat vertikal, ibadat horizontal, ibadat imani, dan Ibadat amaliyah.

Contoh:

Contoh ibadat vertikal, Ibadat shalat, puasa, zakat dan haji merupakan bebarapa contoh ibadah vertikal kita sebagai manusia. Ibadah yang wajib dilakukan manusia. 

Contoh ibadat horizontal, kita dalam bernegara, belajar ilmu umum maupun agama, menghibur seseorang, mempererat tali silaturrahim dan lain-lain. 

Contoh ibadat imani, seperti yang telah ada dalam pola Rukun Iman (mengimani tentang keberadaan Allah Swt, keberadaan malaikat Allah, kitab-kitab Allah, rasul-rasul Allah, keberadaan hari Qiyamat, dan keberadaan qadha serta qadar Allah), juga mengimani keberadaan mukjizat-mukjizat yang telah diberikan oleh Allah keada para Nabi.

Contoh ibadat amaliyah, juga menjadi tuntutan Allah kepada manusia, contohnya sama seperti ibadat vertikal yaitu menjalankan sholat, puasa dll.


3. Gambarkan posisi iman, ilmu, dan amal dalam konsep Dinul Islam!

Posisi iman dalam konsep dinul islam, yaitu digunakan oleh manusia untuk mempercayai atau yakin adanya Allah, orang yang sudah memiliki keimanan maka, iman merupakan tahapan pertama pada dinul islam.

Posisi ilmu dalam konsep dinul islam, yaitu misykat atau cahaya dan kemilau bagima manusia ilmu berguna untuk penyambung antara keimanannya dengan amalan-amalan manusia di muka bumi ini, manusia akan melakukan kebodohan yang terjadi karena ketiadaan ilmu. 

Posisi amal dalam konsep dinul islam, yaitu ilmu dalam Islam tidak hanya terbatas pada ilmu fikih dan hukum-hukum agama. Ilmu dalam (ajaran) Islam ini mencakup semua yang bermanfaat bagi manusia seperti meliputi ilmu "agama", ilmu alam, ilmu sosial dan lain-lain. Amal dapat diartikan dengan perbuatan baik yang diridhoi Allah yang akan memberikan manfaat bagi pelakunya di dunia dan akhirat. 


4. Jelaskan posisi dan kondisi ibadat mahdhah!

Posisi dalam ibadat mahdhah yakni bersifat murni, yang artinya ibadt mahdhah ini dilakukan dengan atas dasar syariat yang sah dari Allah yang mana logika manusia tidak dapat menjangkau syariat-syariat yang telah ditentukan Allah. Contoh dari ibadat mahdhah yaitu shalat, puasa, untuk menjalankan itu kondisi yang dialami oleh manusia haruslah berkondisi suci yang mana manusia tidak boleh najis agar amalan yang telah diperbuat akan sah dan mendapatkan pahala.


5. Jelaskan dan beri contoh shalat jamak-qashar! 

Shalat jamak-qashar yaitu pelaksanaan shalat wajib yang dilakukan dengan menggabungkan 2 waktu pelaksanaan yang dilakukan pada salah satu waktu pelaksanaan shalat wajib yang mana dalam shalat tersebut dengan meringkas jumlah rakaat yang awalnya memiliki 4 rakaat menjadi 2 rakaat. Contohnya, melaksanakan shalat dzuhur 2 rakaat yang dilaksanakan pada waktu dzuhur setah itu melanjutkan untuk melaksanakan shalat ashar 2 rakaat yang dilakukan pada waktu ashar.



6. Apa yang dimaksud dengan shalat fardhu sebagai ibadat mahdhah yang kewajibannya“melekat” dan bedakan posisi kewajibannya dengan ibadat mahdhah lainnya (shaum, Zakat dan hajji)!

Shalat fardhu adalah suatu kegiatan yang wajib dilaksanakan oleh umat islam yang mana dilakukan atas dasar ketentuan Allah yang telah ada pada syariat dan dalil-dalik karena adanya perintah langsung dari Allah. Maka, shalat fardu wajib dilaksanakan sebab shalat fardhu merupakan tiang agama bagi umat islam. Posisi shalat fardhu berada pada tahap pertama sebab dengan melaksanakan shalat fardhu maka umat islam akan merasakan ketenrtraman di dunia dan akhirat. Yang kedua, yaitu shaum(puasa) puasa juga merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh umat islam, puasa dibagi menjadi dua yakni puasa wajib dan puasa sunnat, puasa wajib haruslah dilakukan oleh semua umat islam dengan pengecualian jika umat tersebut memiliki larangan-larangan yang telah ditentukan oleh Allah misalnya, Haid untuk perempuan, nifas, dll. Sedangkan puasa sunnat merupakan kegiatan yang jika dilakukan mendapatkan pahala dan jika tidak dilakukan juga tidak menimbulkan dosa. Ketiga, zakat, dalam ibadah jenis ini, para ulama menghukumi boleh mewakilkan pada orang lain dalam pelaksanaannya. Yang ketiga, haji merupakan ibadat yang boleh untuk diwakilkan sama halnya dengan zakat, namun dengan syarat-syarat tertentu, seperti tidak mampu melaksanakan haji karena lumpuh, orang yang diwakili sudah pernah melakukan haji. Maka, ibadat jenis haji ini tidak seluas dan sebebas ibadat zakat yang mana dalam hal bolehnya mewakilkan pada orang lain. 


7. Apa yang dimaksud dengan batasan shalat sebagai lokomotif ?

Shalat merupakan kewajiban yang telah di tentukan oleh Allah, namun pengertian shalat sebagai lokomotif yaitu suatu pengibaratan posisi ibadat shalat, sebagai lokomotif yang bisa mengangkut amal ibadat lainnya yang diumpamakan sebagai kereta-kereta barang. Kedua pengertian tersebut memiliki makna yang sama yaitu kegiatan untuk mendekatkan diri kepada Allah namun dengan perumpamaan yang berbeda.  Contoh dari shalat sebagai lokomotif yaitu ibarat seseorang yang memiliki barang siap kirim yang telah tersimpan dalam sejumlah kereta barang, kekayaan tersebut tidak akan bisa diberangkatkan jika tidak tersedia kereta lokomotifnya. Kereta lokomotif adalah kereta yang memiliki kekuatan untuk menjalankan mesin dan mengangkut kereta barang.


Minggu, 18 Oktober 2020

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK ALLAH

 BAB 2

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK ALLAH

Materi bab 2 ini terdiri atas :

2.1 Kemegahan alam ciptaan Allah Swt

2.2 Konsep sunnatullah

2.3 Posisi manusia di antara mahluk ciptaan Allah Swt

2.4 Manusia sebagai khalifatan fil ardh

2.5 Tugas latihan

PENDAHULUAN

2.1 Kemegahan alam ciptaan Allah Swt

Manusia, sebagai penghuni Bumi, sangat banyak jumlahnya. Manusia sengaja diciptakan oleh Allah dalam keadaan yang uni. Allah juga menciptakan manusia dalam keadaan berbeda warna kulit, warna rambut, warna bola mata, bahasa, dan ciri-ciri fisik lainnya. Semua itu dimaksudkan Allah agar manusia saling mengenal. Tujuan penciptaan manusia adalah menyembah kepada penciptanya, dalam hal ini yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Penyembahan berarti ketundukan manusia dalam hukum Tuhan dalam menjalankan kehidupan di muka bumi, baik yamg menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan maupun manusia dengan manusia. Perhatikan ayat-ayat Allah yang terkait dengan hal tadi.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan sillaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu” (Q.S. An-Nisaa, 04: 01).

وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ

Artinya: “Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[726], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)” (Q.S.Huud, 11: 61)

Itu merupakan kutipan ayat yang isinya berupa penegasan bahwa hanya Allahlah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah. Allah yang menciptakan manusia dari (saripati) tanah, Bumi, yang kemudian menjadikan manusia menjadi pemakmur sumber-asal hidupnya.Salah satu lanjutan tentang penjelasan itu menyangkut keberlangsungan hidup manusia, setelah diciptakan kemudian dijadikan pasangan-pasangannya agar bisa berketurunan dan menjadi pemakmur Bumi. Perhatikan ayat dibawah ini :

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ ۚ أَفَبِٱلْبَٰطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ ٱللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ

Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?” (Q.S. An-Nahl, 16: 72)

Allah telah menjadikan alam sebagai sarana yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan mobilisasi manusia di daratan maupun di lautan.Dan, Allah pun telah menjamin ketenteraman hidup manusia melalui sistem keluarga yang dilengkapi dengan rasa kasih-sayang. Di antara milyaran umat manusia yang disebar oleh Allah di Bumi, dalam jaminan kesempurnaan penciptaan-Nya dibanding mahluk lainnya, Allah menegaskan satu ukuran kepantasan manusia selaku mahluk di sisi Allah sebagai Khalik. Allah hanya menetapkan satu pertimbangan ukuran kemuliaan manusia selaku mahluk, yaitu ada pada sisi ketaqwaannya. Perhatikan sejumlah ayat Allah tentang keberadaan manusia. Perhatikan terjemah yang dicetak tebal.

فَهَزَمُوهُم بِإِذْنِ ٱللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُۥدُ جَالُوتَ وَءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ٱلْمُلْكَ وَٱلْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُۥ مِمَّا يَشَآءُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لَّفَسَدَتِ ٱلْأَرْضُ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى ٱلْعَٰلَمِينَ

Artinya: “Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah[157] (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah Bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam” (Q.S. Al-Baqarah, 02: 251).

2.1 Konsep Sunnatullah

Dalam dunia ilmu pengetahuan kita mengenal istilah hukum alam.Istilah ini, dalam konsep Islam, kurang mengena. Dalam Islam, kita mengenal kekuatan di balik semua kekuatan: kekuatan alam maupun kekuatan manusia. Tetapi bukan animisme. Kekuatan itu adalah kekuatan yang Maha Pencipta, Maha Pengatur, Maha Penguasa Alam, Maha Penentu, yaitu Allah Rabbul ‘Aalamiin.Keteraturan yang ada dalam alam, seperti telah disinggung di muka, selanjutnya melahirkan aneka hukum yang kemudian pemahamannya diberikan oleh Allah kepada para pencari ilmu, adalah sunnatullah. Sunnatullah adalah ketentuan Allah, kepastian dari Allah. Alam, sama seperti mahluk Allah lainnya, tidak memiliki kekuasaan, selain yang dianugerahkan oleh Allah swt! Perhatikan ayat-ayat Allah yang terkait dengan hal tad

وَقَالَ يَٰبَنِىَّ لَا تَدْخُلُوا۟ مِنۢ بَابٍ وَٰحِدٍ وَٱدْخُلُوا۟ مِنْ أَبْوَٰبٍ مُّتَفَرِّقَةٍ ۖ وَمَآ أُغْنِى عَنكُم مِّنَ ٱللَّهِ مِن شَىْءٍ ۖ إِنِ ٱلْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ ۖ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ ۖ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُتَوَكِّلُونَ

Artinya: “Dan Ya'qub berkata: "Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; Namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri" (Q.S. Yusuf, 12: 67) .

قُلْ مَن ذَا ٱلَّذِى يَعْصِمُكُم مِّنَ ٱللَّهِ إِنْ أَرَادَ بِكُمْ سُوٓءًا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ رَحْمَةً ۚ وَلَا يَجِدُونَ لَهُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا

Artinya: “Katakanlah: "Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?" dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah” (Q.S. Al-Ahzaab, 33: 17)

Demikianlah Allah telah menetapkan sesuatu secara tertib. Masing-masing perangkat alam telah ditentukan manzilah, garis edarnya yang pasti, sehingga segala perhitungan dan ketetapan sangat jelas bisa dipastikan. Hitungan waktu (detik, menit, jam, hari,minggu, bulan, dan tahun, beserta hitungan yang ada di atasnya) terkait dengan semua keteraturan tadi. Itulah sunnatullah, bukan hukum milik alam, tetapi hukum Allah yang diterapkan di alam. Dan, Allahlah yang telah mengatur semuanya! Perhatikan kutipan ayat di bawah ini.

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

Artinya: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”.(Q.S. Al-Qamar, 54: 49)

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.(Q.S. Al-Hadiid, 57: 22)

2.3 Posisi Manusia Di Antara Mahluk Ciptaan Allah Swt

Manusia hanyalah satu mahluk di antara mahluk-mahluk lain yang diciptakan oleh Allah Swt. Manusia tidak bisa hidup sendiri. Manusia, di samping bergantung kepada manusia lain, juga sangat memerlukan keberadaan mahluk lain selain manusia. Semua mahluk Allah harus mengikuti ketentuan (qadr) Allah tanpa bisa menawar, kecuali manusia. Manusia, berbeda dengan mahluk lain, diberi pilihan oleh Allah: jalan lurus (shiraathal mus-taqiim) dan memilih jalan lain (jalan bawaan Iblis, jalan sesat). Semua bertalian dengan risiko perhitungan pada sisi Allah swt. Seperti yang dikutip pada ayat dibawah ini.

يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَٰرِى سَوْءَٰتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ ٱلتَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

Artinya: “Hai anak Adam[530], sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian takwa[531] itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Mudah-mudahan mereka selalu ingat. (Q.S. Al-A’raaf, 07: 26)

وَهَدَيْنَٰهُ ٱلنَّجْدَيْنِ

Artinya: “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan” [1578] (Q.S. Al-Balad, 90: 10)

Artinya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”. (Q.S. Asy-Syams, 91: 08)

Dalam posisi manusia sebagai mahluk yang diberi kebebasan memilih, sejatinya manusia bisa menetapkan dirinya mengikuti kebebasan fujur atau taqwanya. Oleh karena itu, sudah sunnatullah jika manusia ada yang menjadi kuffar ataupun mu’min Ketika manusia memilih kecenderungan dominasi fujur, jadilah ia sebagai kuffar. Sebaliknya, ketika manusia mengikuti kecenderungan taqwanya, jadilah ia mu’min. Kebebasan yang dianugerahkan oleh Allah hanya kepada manusia (dan juga bangsa jin, karena dikenal ada dua golongan jin, muslim dan nonmuslim), menyangkut sejarah penciptaan mahluk manusia yang akan ditugaskan menjadi khalifah di Bumi. Perjanjian tentang persiapannya telah disampaikan oleh Allah dalam Al-Quran sejak masa awal penciptaan.

2.4 Manusia Sebagai Khalifatan fil Ardh

Sejak awal penciptaanNya, manusia dijadikan sebagai khalifah di Bumi. Manusia sebagai pemakmur Bumi. Segala yang ada di Bumi diperuntukkan bagi manusia. Oleh karena itu, Allah telah memberi tanggung jawab, dalam proses awal penciptaan, kepada manusia: Tanggung jawab yang tidak bisa dipikul oleh mahluk lain.

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوٓا۟ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّىٓ أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al-Baqarah, 02: 30)

Sekalipun manusia adalah mahluk individu, tak ada manusia yang bisa lepas dari keberadaan manusia lain. Bahkan, dengan alam, manusia pun harus tetap memelihara hubungan baik. Ketergantungan manusia kepada mahluk Allah lainnya adalah fitrah yang tak bisa ditolak, seperti:

• Tanggung jawab setiap manusia adalah tanggung jawab pribadi

• Manusia diberi tugas untuk memelihara hubungan baik dengan sesama manusia

• Manusia mu’min harus memelihara hubungan baik dengan saudara seagama

• Manusia harus memelihara hubungan baik dengan orang tua

• Manusia harus memelihara hubungan baik dengan alam

• Manusia mu’min memelihara hubungan baik dengan manusia lainnya

2.5 Tugas latihan

1. Tunjukkan, lengkap dengan contoh, sifat-sifat Allah sebagai Khalik, Yang Maha pencipta!

ALLAH SEBAGAI PENCIPTA,PENGATUR dan PEMELIHARA

Allah sebagai pencipta,pengatur dan pemelihara diterangkan dalam firman-Nya.Hal itu antara lain terdapat di dalam Surat Al-Baqarah : 29 yang menerangkan tentang penciptaan bumi seisinya yang diperuntukan bagi manusia,serta penyempurna langit menjadi tujuh langit.Adapun ayatnya berbunyi :

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعً۬ا ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ فَسَوَّٮٰهُنَّ سَبۡعَ سَمَـٰوَٲتٍ۬‌ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬

Dalam surat Al-An’am : 101-102 diterangkan bahwa Allah adalah pencipta dan pemelihara yang tidak sama dengan sifat-sifat mahluk-Nya.

بَدِيعُ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ‌ۖ أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ ۥ وَلَدٌ۬ وَلَمۡ تَكُن لَّهُ ۥ صَـٰحِبَةٌ۬‌ۖ وَخَلَقَ كُلَّ شَىۡءٍ۬‌ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬

Artinya : “Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak pernah mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Mengetahui segala sesuatu”.

ذَٲلِڪُمُ ٱللَّهُ رَبُّكُمۡ‌ۖ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ‌ۖ خَـٰلِقُ ڪُلِّ شَىۡءٍ۬ فَٱعۡبُدُوهُ‌ۚ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَىۡءٍ۬ وَڪِيلٌ۬

Artinya : “(Yang memiliki sifat yang ) demikian itu adalah Allah Tuhan kamu; tiada Tuhan (yang berhak disembah ) selain Dia; Pencipta segala sesuatu,maka sembah lah Dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu “.

Contohnya:

• Manusia untuk mensyukuri atas segala nikmat yang telah Allah ciptakan.


2. Jelaskan pengertian konsep sunnatullah. Apa kritik anda tentang istilah hukum alam terkait dengan pengertian sunnatullah!

Konsep sunnatullah merupakan salah satu cara Allah memperlakukan manusia, yang dalam arti luasnya bermakna ketetapan-ketetapan atau hukum-hukum Allah yang berlaku untuk alam semesta atau dalam akademisnya disebut dengan hukum alam. Menurut saya, hukum alam itu bersifat pasti dan tidak dapat dirubah, Allah menciptakan hukum alam memiliki tujuan tersendiri yaitu untuk mengatur mekanisme alam semesta yang bersifat absolut, tetap dan otomatis, terbebas dari campur tangan dan pemikiran manusia. Dengan demikian, dengan adanya hukum alam Allah mengharapkan kepada seluruh umatnya agar menaati segala aturan yang dijalankan untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat dengan mengambil segala manfaat dan mencegah mudarat atau keburukan yang tidak berguna bagi kehidupan.saya.

3. Jelaskan, lengkap dengan contoh, posisi manusia di antara mahluk Allah lainnya!

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang terbaik diantara makhluk yang lainnya. Manusia terdiri atas jasad, roh, akal dan nafsu. Malaikat tidak berjasad dan tidak bernafsu (kurang dari manusia). Setan tidak berjasad dan tidak berakal (kurang dari manusia). Binatang bejasad dan tidak berakal (kurang dari manusia). Alam hanya berjasad saja (sangat kurang dari manusia).

 Firman Allah SWT menyebutkan bahwa : “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (Lebih baik dari malaikat, dari setan, dari binatang dan dari alam). (Surat 95/At-Tiin, ayat 4). Dengan demikian pandangan manusia terhadap alam adalah melihatnya kebawah, karena alam diciptakan jauh dari kesempurnaan manusia. Terhadap malaikat dan setan, manusia melihatnya sebagai sesama makhluk Allah SWT dengan posisi untuk bersahabat dengan malaikat, karena malaikat diciptakan untuk membantu manusia. Sedangkan terhadap setan, manusia setiap saat adalah berperang dengannya, karena setan memusuhi manusia dan kerjanya berusaha untuk menggelincirkan manusia dari jalan Allah SWT.

 Diantara makhluk-makhluk ciptaan Allah SWT itu manusia merupakan makhluk yang terbaik. Manusia terdiri atas jasad, roh, dan nafsu. Manusia juga memiliki akal dan pikiran, sehingga manusia dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Namun manusia memiliki tanggung jawab yang sangat besar sebagai pemimpin di muka bumi untuk menjaga dan melestarikan alam.

Contohnya :

• Manusia diberi akal untuk berfikir dengan baik.

• Manusia memiliki semuanya, mulai dari sifat yang jelek, sampai pada sifat yang sangat mulia

4. Jelaskan secara lengkap pengertian manusia sebagai khalifatan fil ardh!

Manusia sebagai khalifatan fii ardh, artinya Allah memberikan seorang khalifah di bumi dengan tujuan untuk menjadi wakil tuhan yang mana untuk memakmurkan alam ini dengan tidak melupakan tanggung jawabnya untuk senantiasa menyembah dan beribadah di hadapan Allah. Seperti yang telah di kutip pada kutipan ayat dibawah ini:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوٓا۟ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّىٓ أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. Al-Baqarah, 02: 30)

PUSTAKA RUJUKAN

iQuran V 2.5.4 for Android

Mansoer, Hamdan. Et.al. 2004. Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Departemen Agama RI

Suryana, Jajang. 1997. “Isalamisasi Praktisi Sains dan Teknologi”. Makalah dalam kajian Studi Islam Pengajian Muslimah Mahasiswi STKIP Singaraja

Suryana, Jajang. 2004. Kajian Pemikiran Sederhana tentang Islam. Kumpulan tulisan. Singaraja

Suryana, Jajang. 2010. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum. Singaraja: Tespong

Suryana, Jajang. 2010. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum V.2.0. Singaraja: Tespong Taufiq, Mohamad. 2013. Addins Quran in Ms Word V 2.2.0.0. https://www.facebook. Com/QuranInMsWord


Minggu, 11 Oktober 2020

PENGERTIAN KEBENARAN (TUGAS BAB 1)

 BAB 1

Materi yang akan dibahas di dalam bab 1, yakni: 

1.1 Kebenaran Mutlak dan Kebenaran Sementara

1.2 Keterbatasan Ilmu Pengetahuan

1.3 Proses Berpikir Ilmiah

1.4 Proses Berkeimanan


PENDAHULUAN

1.1 Kebenaran Mutlak dan Kebenaran Sementara

Kebenaran banyak jenis dan lingkupnya. Nilai kebenaran dipandang terikat ruang dan 

waktu. Begitu banyak orang yang “memiliki” atau “memegang” nilai-nilai kebenaran. Para pemuja culture studies menghargai keberadaan semua nilai kebenaran dallam semua tataran ruang dan waktu. Bagi mereka, tak ada “kebenaran” yang dianggap sallah. Nilai kebenaran menurut teori cultural studies, pendapat menyatakan bahwa kebenaran sesaat dan selingkung. Tak ada kebenaran yang mutlak. Masing-masing lingkup kebenaran bisa saling berseberangan, bertentangan, bahkan saling menjatuhkan. Sesuatu yang mutlak, tetap, tidak berubah, qath’i, pasti, dianggap terlalu mapan, statis, tidak sejalan dengan kebutuhan zaman. Teori para modernis yang mengagungkan aneka perubahan terus-menerus sejalan pola penggubahan benda-benda masinal, telah menuntut semua kondisi harus selalu berubah. Perubahan adalah jiwa para modernis. Oleh karena itu, tak ada ruang yang ramah yang bisa dipakai untuk membicarakan kebenaran mutlak sebab, para post-modernis yang ingin memutarbalikkan kesadaran para modernis hampir dalam segala hal. Nilai-nilai kebenaran yang bersifat Ilahiah, sangat mutlak. Kemutlakan itu mengindikasikan sesuatu yang tetap, tidak akan berubah, bahkan sama sekali steril dari kemungkinan tafsir-tafsir. Dalam menimbang nilai-nilai kebenaran, Islam mengenal tiga tingkatan proses pemahaman tentangnya, yakni Nilai kebenaran ‘ilmulyaqiin (kebenaran yang didukung oleh pengetahuan teori), ‘ainulyaqiin (kebenaran yang dilengkapai dengan hasil pembuktian empiris dalam aneka penelitian kasat mata), dan haqqulyaqiin (kebenaran imaniah, tingkat kebenaran tertinggi yang dibarengi dengan kepasrahan atas pemilik kebenaran yang mutlak).

       Allah menentukan aneka kebenaran terkait dengan berbagai hukum yang  harus dijalani dan dipatuhi oleh manusia jika tidak akan terjadi kekacauan. Salah satu contoh yang paling sederhana yaitu pada zaman dahulu, pada zaman Nabi Muhammad saw, Allah telah menetapkan bahwa hinzir (babi), zina, khamr, dan mencuri, adalah sesuatu yang dikenai hukum haram. Keharaman babi, zina, khamr, dan mencuri tetap, mutlak sebagai suatu nilai kebenaran yang tidak akan berubah. Jika nilai kebenaran itu berubah mengikuti zaman, memenuhi tuntunan tempat yang didukung oleh budaya tertentu, begitu pun terkait dengan hukum-hukum Allah yang lainnya, berarti Allah itu tidak memiliki kepastian hukum. Semua yang terjadi di alam ini mengikuti ketentuan pasti (qadr) Allah. Tataran kebenaran mutlak sangat luas dan sudah pasti universal. Dalam kondisi tertentu kebenaran itu seolah-olah masih memerlukan bukti empiris dalam tataran kebenaran ainulyaqiin, kebenaran yang terindera, kebenaran yang tersaksikan secara kasat mata. Sedangkan, kebenaran yang berada pada tataran haqqulyaqiin hanya akan didapatkan pemahamannya oleh sementara orang yang telah memiliki nilai keimanan.

          Dalam tataran kebenaran ilmiah, tak ada sesuatu pun yang bisa dikategorikan sebagai kebenaran yang mutlak. Satu kebenaran hasil temuan ilmiah adalah kebenarana temporer yang secara berkala akan digantikan oleh jenis kebenaran temuan lainnya yang lebih baru.Pada dasarnya peneliti masih bisa menggubah tata kerja lain yang baru, yang sama sekali berbeda dengan tata kerja yang telah ada, selama semua perubahan dan pergantian pola itu bisa dipertanggunjawabkan secara empiris.Nilai empiris menjadi aturan main utama dalam kegiatan ilmiah. Keempirisan kegiatan Ilmiah, jika diposisikan pada tiga tahapan keyakinan tentang kebenaran yang telah dibahas terdahulu, baru berada pada tataran ‘ilmulyaqiin dan ‘ainulyaqiin.


1.2 Keterbatasan Ilmu Pengetahuan.

        Allah memberi kebebasan menentukan pilihan (: kafuuraa atau syakuuraa; mengikuti fujur ataupun menetapkan memilih taqwa) kepada semua manusia. Tetapi, kepada mahluk lain selain manusia dan jin, Allah menetapkan ketetapan yang pasti, ketetapan yang tidak bisa diubah. “Hukum (yang ada di) alam” adalah ketetapan Allah tersebut yaitu Alam, planet,tumbuhan, binatang. Begitupun malaikat dan iblis. Adapun kutipan ayat tentang planet yang mengikuti hukum alam, yaitu : 


وَآيَةٌ لَهُمُ اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُمْ مُظْلِمُونَ (٣٧) وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (٣٨) وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ (٣٩) لا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ (٤٠)

Artinya : 

(37) “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan.”

(38) “Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”

(39) “Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.”

(40) “ Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”


         Ilmu Allah adalah ilmu yang open source, yang bisa dimanfaatkan oleh siapapun yang memiliki semangat pencarian tinggi dan istiqamah. Keunggulan manusia, seperti yang dicontohkan dalam peristiwa Nabi Adam dengan Iblis dan Malaikat, adalah pengetahuannya tentang segala yang ada dii alam. Allah menyiapkan Nabi Adam, juga keturunannya, sebagai mahluk yang unggul dibanding mahluk lainnya. Manusia telah dipercaya menjadi khalifah di atas Bumi, sehingga, bukti keunggulan tadi, di samping keunggulan yang melengkapinya yaitu dalam benntuk kesempurnaan penciptaan (lihat Q.S. At-Tiin, 95: 04) . 



لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيم (٤)


“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” 

(Q.S. At-Tiin, 95: 04)

 

        Hanya manusia yang berkembang lengkap dengan tatanan budayanya. Melalui aneka penelitian dan pencarian, manusia menyusur jawaban atas rasa ingin tahunya tentang segala sesuatu. Manusia diberi kemampuan mengembangkan alat perpanjangan tangannya dalam mengelola alam, dalam bentuk temuan-temuan teknologi. Sekalipun manusia memiliki kebebasan melakukan eksperimen, ada batas-batas aturan tertentu yang harus dipatuhi. Di antaranya, batasan etika keilmuan dan terutama nilai keimanan. Batas-batas itu menjadi penting sejalan dengan keterbatasan manusia sendiri. Tantangan Allah kepada kelompok manusia dan jin sangat tegas dalam surat Ar-Rahman, 55: 33.



يَٰمَعْشَرَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ إِنِ ٱسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا۟ مِنْ أَقْطَارِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ فَٱنفُذُوا۟ ۚ لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَٰنٍۢ


““Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan” 

(Q.S. Ar-Rahmaan, 55: 33)


 Allah memberi kesempatan kepada para peneliti untuk melakukan proses clonning. Terbukti, domba dan kucing yang dilaporkan sebagai hasil kloning itu telah lama lahir. Dalam hayalan manusia-manusia pengubah seni, manusia hasil kloning pun telah banyak berkeliaran. Dalam aneka larangan etik, diam-diam manusia bisa saja mengumbar rasa penasarannya melakukan kegiatan percobaan-percobaan di luar batasan yang ditetapkan majelis Kode Etik Ilmiah. Allah menetapkan sulthan (kekuatan, kemampuan, yang didasari keridhoan Allah) sebagai bekal penentu keberhasilan pencarian manusia atas segala keingintahuannya.

Untuk membayangkan tentang alam, kita bisa berangkat dari pengetahuan dasar kita tentangnya dengan disertai kesadaran. 

“ Posisi kampus kita. Katakanlah, kampus bawah yang berada di kelurahan Kaliuntu. Jika, kita bandingkan kampus bawah dengan kelurahan Kaliuntu, kampus kita hanya sebagian kecil. Coba kita lihat lebih jauh lagi, kelurahan Kaliuntu yang luas, hanya sebagian kecil dari kecamatan Buleleng dan kecamatan Buleleng pun lebih kecil dari kawasan kabupaten Buleleng. Kabupaten Buleleng pun juga lebih kecil dari pulau Bali. Dan seterusnya jika dibangkan secara menerus semuanya akan terlihat lebih kecil. Semua itu adalah ciptaan Allah yang jadi penyeimbang dan bukti kebesaran Allah. Masihkah manusia merasa besar, takkabur, lebih mulia dari pada makhluk Allah laiinnya?”

 

 Allah menciptakan semua itu sangat bermanfaat, tidak sia-sia! (Q.S. Ali ‘Imraan, 4: 190-191)

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ(١٩٠)

Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”

(Q.S. Ali ‘Imraan, 03: 190)



الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّار (١٩١)

 Artinya : “ (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka’” (Q..S. Ali ‘Imraan, 03:191).

Keluasan alam itu, sungguh, tak mungkin bisa diketahui secara lengkap oleh manusia. Sekalipun Allah menuntut kita untuk mencermati alam sebagai tanda kekuasaan Allah, manusia  belum tentu bisa mengetahui semua yang ada di sekelilingnya. Perhatikan ayat-ayat Al-Quran yang bercerita tentang hal itu.

فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِين (َ٢٥١)

Artinya : “Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah, (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam “(Q.S. Al-Baqarah, 02: 251) 

تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا(١)

Artinya : “ Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al qur-an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam” (Q.S. Al-Furqaan, 25: 01)

Perhatikan salah satu peringatan dari Allah yang menegaskan tentang ketidak pantasan manusia kufur kepada keberadaan Allah. .

قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْأَرْضَ فِى يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُۥٓ أَندَادًا ۚ ذَٰلِكَ رَبُّ ٱلْعَٰلَمِينَ(٩)

Artinya: “Katakanlah: ‘Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang Menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam’.” (QS. Fushshilat, 41: 09)


1.3 Proses Berpikir Ilmiah

       Dari hasil percobaan-percobaan yang telah dilakukan oleh manusia, tersusunlah pola-pola berpikir yang dianggap logis, sebagai bentuk pola berpikir ilmiah. Dalam bahasan keilmuan, dikenal bahwa kaidah ilmu ditegakkan oleh orde (tatanan yang tertaur), determinisme (sebab, pendahulu), parsimoni (kesederhanaan dalam penjelasan dan mencakup lebih banyak fenomena), dan empirisme (menunjukkan kepercayaan pada observasi dan eksperimen). Oleh karena itu, penemuan ilmiah, teori ilmiah, bisa ditelusuri dan dikaji ulang, diuji ulang, melalui jalan yang sama oleh ilmuwan yang berbeda(Rakhmat, 1989: 1-13). Salah satu simpulan hasil kajian Darwin yang diterima mentah-mentah oleh banyak ilmuwan waktu itu, adalah bahwa manusia-manusia masa kini merupakan hasil malih rupa dari wujud monyet, secara evolutif, menjadi manusia sesungguhnya sebab Darwin tidak mampu menunjukkan bukti tesisnya.

       Pada tahun 2000, setelah begitu lama teori evolusi itu menjadi pegangan para ilmuwan, Harun Yahya menulis buku yang begitu gamblang, menunjukkan bukti-bukti kesalahan teori Charles Darwin. Yahya menunjukkan bukti-bukti ilmiah yang menentang teori Darwin. Kesalahan teori Darwin ditunjukkan dengan berbagai bukti nyata, empirik, yang ada di alam, sebagai bukti tak terbantah. Sehingga ketersesatan “ilmiah” para ilmuwan pengusung teori Darwin telah terbantah mentah-mentah. Bahkan, Harun Yahya membongkar “manipulasi ilmiah di belakang Teori Evolusi Darwin dan Motif-motif Ideologisnya”. Di dalam Al-Quran, memang, telah termaktub secara tersurat maupun tersirat tentang aneka kondisi alam yang kemudian menjadi sejenis temuan para peneliti. Proses berpikir ilmiah didahului oleh aneka bentuk keraguan, ketidakpercayaan, keheranan, keingintahuan, yang dilanjutkan dengan kegiatan menyusun rancangan, kegiatan pencarian jawaban atas segala keingintahuan itu. Melalui kegiatan penelitian, eksplorasi, eksperimentasi, manusia menguji hipotesisnya untuk merumuskan simpulan berupa jawaban atas aneka pertanyaan yang diajukan. Di dalam proses berkeimanan, ada yang bisa dibuktikan secara ilmiah, ada juga yang pembuktiannya bertalian dengan waktu tunggu pengujian nilai keimanan manusia tentang kebenaran yang hak, haqqulyaqin.

1.4 Proses Berkeimanan

Berpikir dan bersikap ilmiah berbeda dengan prinsip keimanan.Keimanan harus 


Didahului oleh keyakinan-keyakinan terlebih dahulu.Seseorang yang beriman kepada eksistensi Allah, yang bersangkutan tidak perlu mencari bukti keberadaan Allah, Sang Kholik, dalam kondisi fisik. Tidak berarti akan selalu menghilangkan nilai keimanan seseorang. Dalam proses berkeimanan, tampaknya, seseorang harus lebih banyak menggunakan bentuk pembuktian terbalik. Hudan, petunjuk, ilmu, referensi, telah disediakan oleh Allah yang menguasi kebenaran yang mutlak. Referensi yang telah tersusun dalam bentuk kitab suci Al-Quran, adalah sumber kebenaran dalam tataran ilmulyaqiin dan sebagian di antara penjelasannya bisa mengantarkan manusia ke dalam tataran ainulyaqiin. Ada jalan menuju kebenaran haqqulyaqiin melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh seseorang. Keterangan tentang hasil penemuan itu, sebetulnya, telah lama ada dan bisa dibaca di dalam Al-Quran. Tetapi, karena sifat buruk rata-rata manusia yang kerap lebih mengagungkan rasio, nafsu, kesadaran keimanan baru muncul setelah dihadapkan kepada bukti empiris yang fisik.

PUSTAKA RUJUKAN

Emoto, Masaru. 2006. Mizu No Maryoku Kokoro To Karada No Uoutaa Hiiringu. 

 Diterjemahkan “The True Power of Water Hikmah Air dalam Olahjiwa. Bandung: 

 MQ Publisher 

Godman, Arthur. 1989. Kamus Sains Bergambar. Jakarta: Gramedia 

Google Inc. (00020.00019.00015.04549). 2017. Google Earth Pro 7.1.8.3036 (32-bit). 

 kh.google.com 

Haryadi, Yoroshii dan Azaki Karni. 2007. The Untrue Power of Water. Jakarta: Hikmah 

http://dokumen.tips/documents/nusa-tenggara-560790fa524ae.html 

http://edu4peace.blogspot.co.id/2016/06/v-behaviorurldefaultvmlo.html 

https://jokosulistiyo99.wordpress.com/religious-news/perbandingan-bumi-dengan- 

 matahari-dan-planet-planet-lainnya 

http://m.harunyahya.com/tr/buku/3984/The-Social-Weapon-Darwinism/chapter/5123 

 /Social-Darwinism 

http://stationbukuonline.blogspot.co.id/2009/11/sainstekhnologi.html 

http://www.goodreads.com/book/show/358632.The_Evolution_Deceit 

http://www.goodreads.com/book/show/38391.The_True_Power_of_Water 

https://www.mizanstore.com/product/detail/17778-the-untrue-power-of-water 

iQuran V 2.5.4 for Android 

Microsoft Encarta 2005 

Rakhmat, Jalaluddin. 1989. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Karya

Mansoer, Hamdan. et.al. 2004. Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam di 

 Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, 

 Departemen Agama RI 

Nataatmaja, Hidayat. 1982. Karsa menegakkan Jiwa Agama dalam Dunia Ilmiah Versi 

 Baru Ihya Ulumiddin. Bandung: Iqra 

Nataatmaja, Hidayat. 1984. Ilmu Humanika. Bandung: Risalah 

Poeradisastra, S.I. 1981. Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan Modern. 

 Jakarta: Girimukti Pasaka 

Rakhmat, Jalaluddin. 1989. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Karya

Suryana, Jajang. 1997. “Isalamisasi Praktisi Sains dan Teknologi”. Makalah dalam 

 Kajian Studi Islam Pengajian Muslimah Mahasiswi STKIP Singaraja 

Suryana, Jajang. 2004. Kajian Pemikiran Sederhana tentang Islam. Kumpulan tulisan. 

 Singaraja 

Suryana, Jajang. 2010. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi 

 Umum. Singaraja: Tespong 

Suryana, Jajang. 2010. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi 

 Umum V.2.0. Singaraja: Tespong

Taufiq, Mohamad. 2013. Addins Quran in Ms Word V 2.2.0.0. https://www.facebook. 

 com/QuranInMsWord







WAHANA HOROR DI PUSAT PERBELANJAAN KOTA SINGARAJA MENGHANTUI PIKIRAN MASYARAKAT TERTARIK UNTUK BERKUNJUNG

  Sebuah pusat perbelanjaan  di tengah kota Singaraja membuka wahana horor di dalamnya. Pasalnya, wahana ini hanya dibuka sementara dan berh...