BAB 5
MANUSIA MAKHLUK SOSIAL
Adapun materi yang akan dibahas pada Bab 5 ini, meliputi :
5.5 Faraidh
5.6 Manusia Mahluk Siasah
5.7 Hubungan Horizontal Manusia-Alam
PENDAHULUAN
5.5 Faraidh
Satu hal yang secara rinci ditentukan Allah dalam Al-Quran adalah masalah waris. Allah menetapkan hukum waris lengkap dengan cara pembagiannya, bagian-bagian hal waris, dan persyaratannya, di antaranya dalam 3 ayat yang sangat jelas (Q.S. Al-Baqarah, 02: 240; An-Nisaa, 04: 11, 176). Perhatikan kutipan ayat dibawah ini :
وَالَّذِيۡنَ يُتَوَفَّوۡنَ مِنۡکُمۡ وَيَذَرُوۡنَ اَزۡوَاجًا ۖۚ وَّصِيَّةً لِّاَزۡوَاجِهِمۡ مَّتَاعًا اِلَى الۡحَـوۡلِ غَيۡرَ اِخۡرَاجٍ ۚ فَاِنۡ خَرَجۡنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡکُمۡ فِىۡ مَا فَعَلۡنَ فِىۡٓ اَنۡفُسِهِنَّ مِنۡ مَّعۡرُوۡفٍؕ وَاللّٰهُ عَزِيۡزٌ حَکِيۡمٌ
Artinya: “Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(Q.S. Al-Baqarah, 02: 240)
يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوْلَٰدِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءً فَوْقَ ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ وَٰحِدَةً فَلَهَا ٱلنِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُۥ وَلَدٌ ۚ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُۥ وَلَدٌ وَوَرِثَهُۥٓ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُ ۚ فَإِن كَانَ لَهُۥٓ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِى بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya : “Allah mensyari´atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Q.S. An-Nisaa, 04: 11)
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ ٱللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِى ٱلْكَلَٰلَةِ ۚ إِنِ ٱمْرُؤٌا۟ هَلَكَ لَيْسَ لَهُۥ وَلَدٌ وَلَهُۥٓ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَتَا ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا ٱلثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِن كَانُوٓا۟ إِخْوَةً رِّجَالًا وَنِسَآءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ أَن تَضِلُّوا۟ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌۢ
Artinya: “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)[387]. Katakanlah: “Allah memberi fatwa Kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan Mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang Ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), Jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua Pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian Dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat.Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”. (Q.S. An-Nisaa, 04: 176)
Khusus tentang pembicaraan masalah waris ini, Allah telah membeberkannya sangat Lengkap dalam sejumlah ayat Al-Quran. Jika masalah waris ini masih diputarbalikkan Dalam pengurusannya, begitu kurang tanggapnya manusia-manusia muslim yang melaksanakannya, terhadap aturan Allah yang telah begitu jelas. Keadilan Allah dalam waris, lengkap dengan aneka persyaratan yang jelas, telah banyak ditentang ummat yang tidak percaya dengan aturan dan ketetapan Allah swt. Mereka lebih suka menurutkan hawa nafsu ketimbang hukum Allah. Berikut beberapa hal praktis tentang hukum waris, di antaranya diuraikan di bawah ini (disarikan dari buku Ilmu Faraidh, susunan Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah Attuwaijri :
• Yang disebut warisan (harta waris) adalah semua yang ditinggalkan oleh seseorang yang mati, termasuk hutangnnya. Semua warisan tersebut menjadi hak dan bagian ahli waris dengan berbagai persyaratan dan ketentuan syar’i yang telah ditetapkan oleh Allah swt.
• Yang harus dikeluarkan dari harta peninggalan adalah biaya pengurusan mayat, hutang (kepada Allah swt: zakat, kafarat; kepada manusia), pelaksanaan wasiat, dan pembagian warisan.
• Rukun waris: yang mewariskan (yang meninggal), ahli waris, dan harta yang diwariskan.
• Sebab-sebab seseorang mendapatkan hak waris: pernikahan yang sah, keturunan (nasab: kedua orang tua, anak, saudara, paman --serta anak-anaknya), dan perwalian (jika ada ashobah dan tidak ada ashhabul fuperwalia
• Yang menghalangi seseorang mendapatkan hak waris: budak, pembunuh (tanpa alasan yang syar’i), dan berbeda agama.
• Bagian warisan: bagian yang telah ditetapkan (fardhu, ketentuan: setengah, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, dan seperenam) dan ta’shib (bagian yang tidak ditetapkan).
• Ahli waris lelaki: putra; anak putra (cucu dan seterusnya); ayah dan kakek dari orang
tua lelaki; saudara sekandung; saudara seayah; dan saudara sibu (atau anak-anaknya) dari anak lelaki; suami; paman dan di atasnya; paman seayam dan di atasnya; putra paman kandung serta putra paman seayah dan anak laki-laki mereka;orang yang memerdekakan; kerabat laki-laki (dzawil arham: saudara ibu atau paman dari ibu, putra saudara seibu, paman seibu, dan putra paman seibu).
• Ahli waris perempuan: putri, putri anak laki-laki (cucu) dan seterusnya dari anaka laki-laki; ibu; nenek (ibunya ayah) dan di atasnya dari ibu; neneknya ibu; saudari kandung; saudara satu ayah; saudari satu ibu; istri; dan wanita yang memerdekakan budak.
5.6 Manusia Mahluk Siasah
Siasah yang kini diterjemahkan dengan pengertian politik memiliki arti yang sangat sempit. Siasah diatur juga dalam Dinul Islam. Sejumlah konsep dasar siasah ditentukan Allah di dalam Al-Quran. Jika seseorang mempertanyakan gaya berpolitik yang sedang berkembang saat ini, Tampaknya, sekalipun kebanyakan pemimpin mengaku sebagai orang Islam, mereka banyak yang tidak peduli dengan perilaku berpolitik yang Islami. Dinul Islam tidak melarang ummat untuk berpolitik. Semua bidang kehidupan harus dirambah untuk mendapatkan kemaslahatan dan mengisi ruang-ruang tersebut dengan nilai-nilai yang Islami. Semua media massa telah lebih kental bermuatan politik praktis untuk kebutuhan sesaat dan sekelompok orang saja. Kebutuhan-kebutuhan sesaat telah menjadi incaran para pelaku politik. Ummat Islam tak bisa berpangku tangan membiarkan semua persoalan keduniawian itu dikuasai oleh manusia-manusia yang tidak berjuang untuk kemaslahatan masyarakat banyak diperlukan suatu penyeimbang media informasi untuk menyudutkan ummat Islam. Oleh karena itu, ilmu komunikasi yang bergandengan tangan dengan teknologi media massa, seperti sistem penerbitan, penyiaran, penerangan, penawaran, diseminasi, bahkan entertaintment dengan berbagai trik dagang serta upaya saling mengalahkan saingan, kini, telah menjadi bahasa utama manusia-manusia pascamodern masa kini.manusia muslim harus menguasai teknologi informasi. Dagang informasi adalah persaingan kekuasaan ruang maya dan kekuatan daya tarik kemasan informasi. bersiasah dalam memanfaatkan kondisi informasi pada pasar bebas masa kini, memerlukan tata cara dan sistem perilaku baru yang diikat oleh pakem Sistem-sistem teknologi pelopor. Siasah baru yang sejalan dengan upaya meredam tantangan Zaman harus terus dikembangkan sebagai jalur dakwah, tawaashau bil-haq wa Tawaashau bish-shabr, sebagai tugas utama khalifatan fil ardh.
5.7 Hubungan Horizontal Manusia-Alam
Alam sebagai tanda kebesaran Allah adalah tempat manusia berkembang biak. Oleh karena itu, manusia harus bersikap bijaksana terhadap alam yang merupakan bagian dari dirinya. Perusakan alam berarti perusakan bagian diri manusia sendiri. Untuk menumbuh kembangkan sebuah pohon besar memerlukan waktu berpuluh bahkan beratus tahun. Tetapi pada masa kini, untuk merubuhkannya bisa dilakukan hanya dalam waktu lima belas hingga tiga puluh menit saja. Hal itu dilakukan hanya oleh seorang manusia. Belum begitu banyak hasil penemuan baru tentang hasil kajian keilmuan yang dimotori ummat Islam masa kini. Ummat lain lebih giat melakukan penjelajahan hampir ke semua pelosok Bumi. Mereka menggunakan pendekatan dasar Islami, sekalipun mereka tidak menyadari atau bahkan tidak mau mengakuinya. Oleh karena itu, tidaklah salah pernyataan seperti ini: “Ummat Islam akan semakin mundur jika meninggalkan syari’at agamanya; sebaliknya ummat lain akan lebih maju jika meninggalkan ajaran-ajaran agamanya”. Belum begitu banyak hasil penemuan baru tentang
hasil kajian keilmuan yang dimotori ummat Islam masa kini. Ummat lain lebih giat melakukan penjelajahan hampir ke semua pelosok Bumi. Mereka menggunakan pendekatan dasar Islami, sekalipun mereka tidak menyadari atau bahkan tidak mau mengakuinya. Oleh karena itu, tidaklah salah pernyataan seperti ini: “Ummat Islam akan semakin mundur jika meninggalkan syari’at agamanya; sebaliknya ummat lain akan lebih maju jika meninggalkan ajaran-ajaran agamanya”. Seharusnya, mereka yang amat dekat dengan alam, mengkaji alam secara mendalam, akan semakin dekat kepada kesadaran tentang keberadaan Yang Maha Pencipta. Allah telah mengungkap kemahakuasaanNya melalui perumpamaan maupun bahan kajian yang nyata seperti yang telah di paparkan pada potongan ayat dibawah ini :
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَسْتَحْىِۦٓ أَن يَضْرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا ۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ ۖ وَأَمَّا ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ فَيَقُولُونَ مَاذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِهَٰذَا مَثَلًا ۘ يُضِلُّ بِهِۦ كَثِيرًا وَيَهْدِى بِهِۦ كَثِيرًا ۚ وَمَا يُضِلُّ بِهِۦٓ إِلَّا ٱلْفَٰسِقِينَ
Artinya : "Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?". Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik (Q.S. Al-Baqarah, 02: 26)
Nabi Adam as sejak awal telah “dimenangkan” atas para malaikat dan iblis tentang penguasaan nama-nama semua benda alam Pengetahaun tentang kosa kata, ternyata menjadi penting dalam pembelajaran awal berbahasa. Bahkan menjadi tonggak utama dalam pengembangan pengetahuan lanjutannya. Allah telah menganugerahkan pengetahuan aneka nama alam kepada manusia pertama ciptaan-Nya. Kepada Nabi Muhammad, Allah pun sejak awal wahyu pertama, telah memaksa Muhammad untuk iqra, membaca, mempelajari, apa yang menjadi bagian dari dirinya, lingkungannya.
وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلْأَسْمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى ٱلْمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِـُٔونِى بِأَسْمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمْ صَٰدِقِينَ
Artinya : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!” (Q.S. Al-Baqarah, 02: 31)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar