BAB 4
MANUSIA MAHLUK OTONOM
Pada bab 4 ini, materi yang akan dibahas yakni :
4.1 Nikmat Allah bagi semua mahluk
4.2 Nikmat hidup
4.3 Nikmat Akal
4.4 Nikmat hidayah,
4.5 Dua nikmat yang kerap terlupakan
4.6 Manusia mahluk individu
4.7 Konsep dosa individu dalam pandangan Islam.
PENDAHULUAN
4.1 Nikmat Allah bagi semua mahluk
Istilah otonom kini kerap dikaitkan dengan urusan pemerintahan. Pengertian otonom yang terkait dengan keberadaan manusia sebagai makhluk Allah adalah bertalian dengan kebebasan menentukan pilihan. Hak dan kewajiban itu kemudian berkelindan dengan masalah pahala dan dosa: sebuah hukum sebab akibat yang lebih banyak ditentukan oleh amal manusia. Manusia dijadikan Allah sebagai khalifah di Bumi, pengertian khalifah bisa berarti wakil Allah di Bumi, bisa juga sebagai pemakmur Bumi. Seperti yang dijelaskan pada ayat dibawah ini :
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوٓا۟ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّىٓ أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya :” Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mesucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (Q.S. Al-Baqarah, 02: 30)
أَمَّن يُجِيبُ ٱلْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ ٱلسُّوٓءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَآءَ ٱلْأَرْضِ ۗ أَءِلَٰهٌ مَّعَ ٱللَّهِ ۚ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ
Artinya: “Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya)” (Q.S. An-Naml, 27: 62)
يَٰدَاوُۥدُ إِنَّا جَعَلْنَٰكَ خَلِيفَةً فِى ٱلْأَرْضِ فَٱحْكُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ بِٱلْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ ٱلْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌۢ بِمَا نَسُوا۟ يَوْمَ ٱلْحِسَابِ
Artinya : “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan” (Q.S. Shad, 38: 26)
Dalam memikul tanggung jawab dunia, seperti diceritakan dalam Al-Quran, manusia telah siap memikul amanah yang telah ditawarkan oleh Allah swt kepada mahluk lainnya. Ketetapan itu kemudian menjadi pelengkap tanggung jawab tugas khalifah di Bumi.Namun, seperti diungkap Allah swt dalam Al-Quran, manusia itu cenderung banyak lalai, menyepelekan amanat, dan zhalim terhadap mahluk lain dan dirinya. Namun, Allah tidak membeda-bedakan makhluk-Nya, Allah akan menyayangi dan memberi perlindungan dengan sifat Allah yang Rahman dan Rahiim.Dan, Allah juga Maha Pengasih hanya kepada mahluk tertentu yang patuh kepadaNya, di Akhirat nanti. Seperti yang telah dikutip padas surah Al-Faatihah, 01: 01- 03 yang berbunyi,
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ -١
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ -٢
مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ -٣
Artinya : “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam maha Pemurah lagi Maha Penyayang (Q.S. Al-Faatihah, 01: 01- 03)
4.2 Nikmat Hidup
Allah dengan sifat Rahman-Nya menyediakan nikmat hidup kepada semua mahluk-Nya tanpa kecuali. Manusia, jin, malaikat, binatang, maupun tumbuhan, diberi kesempatan menikmati kehidupan secara merata oleh Allah. Kasih sayang Allah swt juga dibagi-bagikan kepada semua mahluk hidup sebagai bagian dari sisi fasilitas hidup yang disediakan oleh Allah swt. Dalam kaitan dengan nikmat hidup, semua mahluk Allah swt telah dijamin rezekinya beserta fasilitas hidup yang lengkap. Tak ada mahluk hidup yang harus membayar kenikmatan asali udara, kenikmatan air, kenikmatan tempat tinggal, semua telah disediakan sebagai bagian dari kelengkapan jaminan hidup dari Allah swt. Tetapi, kemudian manusia tidak bisa menyukuri semua nikmat tersebut. Banyak fasilitas kehidupan (nikmat hidup) yang telah dikuasai secara semena-mena oleh sekelompok manusia tertentu, ketidakadilan sosial telah merebak di mana-mana. Ketika manusia berbuat jahat, memilih dominasi fujuur sebagai panglima, dan menyisihkan taqwa, maka kejahatan manusia akan lebih buruk dibandingkan kejahatan yang bisa dilakukan oleh hewan. Misalnya seperti, tak ada hewan yang membuang anaknya yang baru dilahirkan ke tempat sampah. Tak ada hewan yang merusak lingkungan. Sementara itu, seorang manusia dengan hasil teknologi gergaji jigsaw bisa merubuhkan secara mudah sejumlah pohon yang telah berusia ratusan tahun, setiap hari, tanpa mau menyiapkan penggantinya (menyiapkan pohon pengganti) dengan benih pohon yang baru. Semua mahluk Allah swt diberi kesempatan hidup dan berkembang biak oleh Allah swt, lengkap dengan fasilitas yang menyertai keberadaannya. Inilah nikmat yang amat mendasar yang dianugerahkan oleh Allah swt untuk mahluk apapun. Tetapi, manusialah yang menyebabkan mahluk lain menjadi berubah kondisinya. Jika manusia hanya menikmati hidup semata tanpa mengisinya dengan kegiatan ibadat sebagaimana yang dituntut oleh Allah swt, manusia itu sama saja dengan mahluk Allah swt lainnya yang memiliki kesempatan hidup tetapi tidak mendapatkan kesempatan mencatatkan amal baik mereka untuk kehidupan di Akhirat. Manusia yang tidak memiliki amal baik, mungkin sama dengan binatang dan tumbuhan, atau bahkan lebih buruk daripada mereka!
4.3 Nikmat Akal
Nikmat Allah yang kedua hanya dianugerahkan kepada jenis mahluk tertentu, yaitu manusia. Allah memberi akal sebagai alat pengendalian diri, alat pengembangan diri, atau alat berpikir yang bisa digunakan untuk mengubah diri, menentukan pilihan. Oleh karena itu, manusia diserahi tugas mengelola Bumi, sebagai khalifah fil-Ardh. Dengan akalnya, manusia bisa mengelola Dunia, berbudaya. Allah telah membuktikan janji-Nya tentang manusia pengolah ilmu pasti mendapatkan posisi yang tinggi di antara mahluk lainnya. Bisa dibuktikan secara nyata, posisi bangsa-bangsa ‘penguasa’ ilmu telah diberi kedudukan lebih di atas bangsa lain, sebagai ‘penguasa’ urusan Dunia, sekalipun kondisi mereka tidak berbekal keimanan. Para pencinta ilmu yang sedang berjaya kini, banyak di antara mereka adalah ilmuwan yang terdiri atas manusia-manusia yang tidak pernah menyatakan keimanan kepada Allah swt. Bahkan banyak juga mereka yang ateis. Mereka tetap diberi kesempatan untuk mengembangkan ilmu Allah swt sejalan dengan upaya sungguh-sungguh yang mereka miliki. Tetapi, tanpa bekal keimanan kepada sang pemilik tunggal ilmu yang mereka kelola, mereka bisa melakukan berbagai perbuatan yang semena-mena. Percepatan temuan teknologi masa kini telah banyak memakan korban yang dekat (masa kini) maupun yang jauh (efek buruk masa depan). Bukti-bukti tentang efek pencapaian penguasaan ilmu secara duniawi tetap diberikan Allah swt kepada para ilmuwan. Akan tetapi, Allah swt juga menunjukkan bahwa lepasnya keimanan menyebabkan runtuhnya puncak pencapaian ilmu dan kebarkahan hidup, contohnya seperti kejadian yang fenomenal pada Perang Salib. Maka dari itu, Allah swt menegaskan keberadaan keimanan harus bergandengan dengan ilmu, seperti yang dijelaskan pada ayat dibawah ini :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya : “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Al-Mujaadilah, 58: 11).
4.4 Nikmat Hidayah
Allah menganugerahkan nikmat hidayah hanya bagi manusia tertentu (terpilih) saja. Sejalan dengan posisi manusia sebagai mahluk otonom, yang telah diberi kebebasan untuk memilih kecenderungan fujur atau taqwa, maka tidak semua manusia mengambil pilihan yang sama. Secara fungsional manusia telah dibedakan dengan mahluk lainnya. Manusia diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang paling sempurna. Manusia memiliki nikmat yang lengkap : nikmat hidup, akal, maupun hidayah. Terkait dengan nikmat hidayah, Allah swt hanya memberikannya kepada sebagian manusia saja).Allahlah yang memiliki hak dalam menetapkan siapa yang akan mendapatkan hidayah dan siapa yang secara pasti (berdasarkan proses) tidak mendapatkan hidayah Allah swt serta Allah swt pun menetapkan tentang hidayah dalam ayat seperti ayat dibawah ini :
إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ
Artinya : “Tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku” (Q.S. Az-Zukhruf, 43: 27)
Rasul sebagai penyeru tidak diberi keberhasilan mengajak orang-orang untuk menuju dan mengikuti hidayah Allah, Allah swt menegaskan bahwa kewajiban seorang Rasul hanyalah menyampaikan ajakan –sebagai amanat dari Allah swt. Sebagai yang telah dijelaskam pada ayat dibawah ini :
فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ ٱلْبَلَٰغُ ٱلْمُبِينُ
Artinya: “Jika mereka tetap berpaling, maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan atasmu (Muhammad) hanyalah
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang” (Q.S. An-Nahl, 16: 82)
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِۦ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ ۖ فَيُضِلُّ ٱللَّهُ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
Artinya : “Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha bijaksana” (Q.S. Ibrahim, 14: 04)
4.5 .5 Dua Nikmat yang Kerap Terlupakan
Ketika sedang sehat, seseorang merasa tenteram, tenang, bahkan merasa tidak memiliki masalah besar. Dalam kondisi sehat seseorang kerap merasa bahwa sehat itu bagian tak terpisahkan dari hak hidup sehari-hari. Kemudian, banyak orang yang lupa menyertakan keberadaan Allah swt dalam segala isi kehidupannya. Nikmat sehat pada dasarnya adalah Anugerah Allah swt. Ada juga yang ditakdirkan meninggal. Ketika sehat, begitu banyak orang yang lupa diri, sangat lupa bahwa sehat itu sangat mahal. Ketika Allah swt menyiapkan sehat itu sangat murah, banyak manusia terlena dalam kondisi nyamannya, dan manusia lupa bahwa di samping sehat ada sakit yang selalu mengintai. Di samping nikmat kesehatan, ada nikmat lainnya yang kerap terlupakan oleh manusia, yaitu kenikmatan memiliki waktu senggang. Akan tetapi berbeda dengan orang-orang tua masa lalu sangat arif dalam memanfaatkan waktu senggang mereka dengan merespon aneka kondisi alam menjadi sesuatu temuan baru untuk keperluan mereka. Tanda syukur mereka atas kemampuan (telenta) yang dianugerahkan oleh Allah swt, lengkap dengan waktu luang yang mereka manfaatkan, belum bisa tertandingi lagi dalam kondisi kehidupan masa kini. Tanda syukur bukan hanya sekadar ucapan. Ada bentuk tanda syukur yang bisa tampak sebagai bukti-bukti tinggalan yang baik serta menjadi penanda keberadaan dan kehadiran mahluk Allah swt yang banyak bersyukur dalam bentuk tindakan (amal shalih). Islam adalah agama yang mengatur tata-akuan (syahadah, keimanan) dan tindakan (amal shalih): aamanuu wa ‘amilushshalihaat. Allah swt tetap menghargai perbuatan baik siapapun yang dilakukan semasa di dunia, sebatas kebaikan duniawi. Karena, itulah yang akan menyelamatkan siapapun dari siksa yang pedih (‘adzaaban-Naar) di akhirat kelak. Sebab, kehidupan yang sebenernya yaitu di akhirat bukan di dunia.
4.6 Manusia Mahluk Individu
Pada satu sisi, manusia adalah mahluk individu. Masing-masing manusia tegak sebagai mahluk yang unik. Sekalipun ada dua orang kembar siam, kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh manusia kembar tersebut tidak pernah betul-betul persis. Begitulah Allah swt, dengan Kemahakuasaan-Nya, mampu menciptakan manusia sebagai mahluk unik. Dalam Dinul Islam, bersama keunikan-keunikan tadi Allah melengkapi manusia dengan perangkat keperluan hidup agar manusia bisa berkembang sejalan dengan fungsi kekhalifahannya. Nabiyullah Muhammad telah menjadi uswah hasanah yang tak akan habis contoh kebaikannya. Bersama dengan keunikan yangdiberikan Allah kepada manusia, Allah juga telah melengkapi manusia dengan aneka aturan untuk kemaslahatan hidup manusia.
4.7 Konsep Dosa (Individu) dalam Islam
Sebagai mahluk individu, sejak awal kelahirannya manusia terlepas dari ikatan dosa siapapun. Seorang bayi yang lahir, sekalipun lahir dari seorang ibu yang tidak memiliki ikatan suami-istri yang syah, bayi tersebut tetap berada dalam kondisi yang fitrah, suci.Tidak dikenal istilah anak “haram-jadah”. Yang “haram-jadah” adalah orang tuanya. Tidak ada bayi yang mewarisi dosa ibu-bapaknya. Karena manusia dilahirkan sebagai mahluk individu maka urusan dosa pun adalah urusan dosa individu. Masing-masing manusia harus mempertanggungjawabkan hasil perbuatan masing-masing di hadapan Allah Swt. Oleh karena itu, setiap manusia harus mempertanggung jawabkan hasil usahanya masing-masing. Seperti yang dibahas pada ayat dibawah ini :
وَمَن يَكْسِبْ إِثْمًا فَإِنَّمَا يَكْسِبُهُۥ عَلَىٰ نَفْسِهِۦ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S. An-Nisaa, 04: 111)
أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ
Artinya : “(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain” (Q.S. An-Najm, 53: 38)
Setiap manusia adalah individu yang harus mempertanggungjawabkan seluruh hasil perbuatannya. Pada dasarnya, semua individu adalah penanggung jawab hasil perilakunya. Tetapi, karena manusia adalah mahluk sosial, manusia bisa berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya. Ketika terjadi interaksi tersebut, saling pengaruh-mempengaruhi perilaku menjadi hal yang biasa. Pada saat itulah seseorang terkait dengan orang lain. Seseorang bisa terkait dengan perilaku orang lain: sebagai penyebab maupun pengikut. Apakah seseorang itu menjadi pemberi pengaruh, yang mengajak, yang memfasilitasi, ataupun sekadar menunjukkan jalan ke arah perilaku tertentu, maka orang tadi pastilah adala kaitannya dengan orang yang pernah berinteraksi dengannya. Mempengaruhi orang lain, baik maupun buruk, adalah bentuk amalan yang akan dihitung sebagai amalan pribadi. Oleh karena itu, Allah swt menetapkan satu kondisi khusus yang akan dikaitkan dengan hasil perilaku pribadi tetapi bertalian dengan keberadaan orang lain.
وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّبِعُوا۟ سَبِيلَنَا وَلْنَحْمِلْ خَطَٰيَٰكُمْ وَمَا هُم بِحَٰمِلِينَ مِنْ خَطَٰيَٰهُم مِّن شَىْءٍ ۖ إِنَّهُمْ لَكَٰذِبُونَ -١٢
وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالًا مَّعَ أَثْقَالِهِمْ ۖ وَلَيُسْـَٔلُنَّ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ عَمَّا كَانُوا۟ يَفْتَرُونَ -١٣
Artinya :”Dan berkatalah orang-orang kafir kepada orang-orang yang beriman: “Ikutilah jalan kami, dan nanti kami akan memikul dosa-dosamu”, dan mereka (sendiri) sedikitpun tidak (sanggup), memikul dosa-dosa mereka. Sesungguhnya mereka adalah benar-benar orang pendusta.” “Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan (Q.S. Al-Ankabuut, 29: 12-13)
Daftar Pustaka
http://www.dw.com/id/invasi-spesies-asing/g-16628333
http://www.kompasiana.com/baskoro_endrawan/alligator-gar-di-waduk-jatiluhur-
campur-tangan-manusia-atas-keseimbangan-alam_552b2def17e617e79d6240a
iQuran V 2.5.4 for Android
Mansoer, Hamdan. Et.al. 2004. Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Departemen Agama RI
Rasyid, H. Sulaiman. 2000. Fiqh Islam. Cetakan ke-33. Bandung: Sinar Baru
Algensindo
Suryana, Jajang. 1997. “Isalamisasi Praktisi Sains dan Teknologi”. Makalah dalam
Kajian Studi Islam Pengajian Muslimah Mahasiswi STKIP Singaraja
Suryana, Jajang. 2004. Kajian Pemikiran Sederhana tentang Islam. Kumpulan tulisan.
Singaraja
Suryana, Jajang. 2010. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi
Umum. Singaraja: Tespong
Suryana, Jajang. 2010. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi
Umum V.2.0. Singaraja: Tespong
Taufiq, Mohamad. 2013. Addins Quran in Ms Word V 2.2.0.0. https://www.facebook.
Com/QuranInMsWord