Senin, 10 Juli 2023

DESA LES: Keunikan garam tradisional tembus hingga pasar Internasional

 

    Hari silih berganti, aktivitas pagi hari mulai dilakukan kembali, terlintas memori untuk berkunjung ke sebuah tempat yang tak jarang orang ketahui. Disambut dengan hangatnya mentari memberi kehangatan jiwa dan raga di pagi hari. Bergegas berkunjung ke Kecamatan Tejakula tepatnya di Desa Les.

       Pada dasarnya sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita sebutan garam. Garam merupakan salah satu bahan dapur yang menjadi prioritas dalam memasak. Kepopuleran garam tidak sedikit menyita perhatian masyarakat sebab memiliki ras khas asin. Dibalik rasa khas asin yang dimiliki, keunikan garam kini memiliki perkembangan pesat. Bermodalan dengan garam, kini masyarakat desa Les mengembangkan olahan garam menjadi sebuah produk sabun. Menakjubkan!

         Sesaat tiba di tempat pengolahan garam tradisional Tejakula, kami langsung menghampiri salah satu petani garam yakni I Nyoman Widiasa. Seorang petani garam yang ramah dan menyambut kami dengan hangat memutuskan untuk bercengkrama dibawah atap langit terbuat dari bambu yang tak jauh dari tempat pembuatan garam. Seputar menanyakan beberapa hal mengenai pembuatan garam. 

        Beruntung bagi Kota Tejakula, meskipun kota kecil yang jauh dari bandara Internasional, namun mampu menciptakan atau memproduksi olahan garam tradisional hingga tembus pasar Internasional salah satunya berada di Desa Les, Tejakula. Sebab, jarang ada yang tahu jika pengolahan garam tradisional di Desa Les dapat terbilang unik dan tradisional. Keunikan garam tradisional atau yang sering disebut dengan garam palungan berhasil menciptakan inovasi terbaru sebuah produk berupa sabun dan garam berbagai varian rasa. Selain itu, pengolahan yang masih terbilang tradisional masih bertahan di tengah gempuran bantuan teknologi mesin. 

      Pada dasarnya penerapan tradisional dalam proses pembuatan garam palungan di Desa Les sudah dilakukan secara turun temurun. "Sudah sejak kecil saya diajarkan oleh Bapak dalam pembuatan garam, dan hingga saat ini proses pengolahan dilakukan dengan cara yang sama" ujar I Nyoman Widiasa selaku petani garam. 

         Sejatinya, pengolahan garam palungan dikatakan susah-susah gampang sebab petani harus paham situasi kondisi dalam proses pembuatan.

"Pembuatan garam dapat dilakukan secara cepat jika terik matahari baik, penjemuran garam dilakukan kurang lebih 3 hari jika panas." Ungkap I Nyoman Widiasa. 

"Kalau musim hujan kami harus paham situasi. Kok hujan, mendung pun kami tidak memproduksi" lanjut I Nyoman Widiasa. Proses produksi yang menggantungkan dengan cuaca untuk mendapatkan hasil yang maksimal. 

       Pada umumnya prosesnya pembuatan garam tidak bisa dilakukan sembarangan, perlunya melewati beberapa proses yang perlu dilakukan, meliputi:


      Pada tahap pertama, tiap petak tanah disiram menggunakan air laut yang dilakukan sebanyak tiga kali, lalu petani menggaruk tanah tersebut dan dikeringkan dibawah terik matahari hingga menjadi butiran-butiran kecil untuk kemudian dimasukkan ke dalam saringan yang disebut tinjungan. 


      Pada tahap kedua, sebelum tanah yang berbentuk butiran-butiran kecil dimasukkan dalam tinjungan. Tinjungan terlebih dahulu dilapisi dengan daun lontar, kerikil, dan pasir yang berfungsi sebagai penyaring alami antara tanah dengan air laut. Tanah yang telah dimasukkan ke dalam tinjungan yang bentuknya sangat unik seperti parabola yang terbuat dari bambu kemudian diratakan dan disiram lagi dengan air laut dengan bantuan mesin. Lalu, diaduk menggunakan 2 alat. Alat pertama yakni bangkrak. Tujuannya adalah untuk memecah lumpur yang sedikit keras menjadi lebih kecil. Setelah bangkrak, alat selanjutnya adalah tulud. Tujuannya agar tanah menjadi lebih halus dan lebih menyatu dengan airnya istilah balinya “Ngadukang Bletok”. Waktu pengerjaannya kurang lebih 30 menit.



    Pada tahap ketiga, keesokan harinya pengambilan air garam yang disebut “Yeh Nyah”. Kemudian Yeh Nyah tersebut dijemur di terpal, dulu sebelum menggunakan terpal ada alat yang namanya “ Palungan” tetapi hasil yang didapat lebih sedikit dari penggunaan terpal, maka dari itu lebih banyak yang menggunakan terpal, dan akan dipanen keesokan harinya.



       Proses demi proses yang dilakukan mampu menghasilkan sebuah produk garam yang dikembangkan lagi dengan inovasi terbaru. Jejaring kerja sama dengan koperasi daerah Desa Les dapat menciptakan inovasi terbaru berupa produk sabun dari olahan garam, tidak hanya itu garam palungan ini memiliki beberapa varian rasa seperti pedas, manis, original, jeruk limau, kelor, dan rasa lain tentu menjadi sebuah keunikan yang dimiliki garam palungan Desa Les itu sendiri. 


          Hasil dari proses pembuatan gram ini nantinya akan diserahkan kepada pengulak garam yang nantinya dipasarkan secara luas. Garam yang memiliki bentuk kristal dan diproses dengan cara tradisional dengan bantuan matahari dibandrol dengan harga Rp.8.000,- ribu hingga Rp.10.000,- ribu rupiah dengan berat sekitar setengah kilogram. Penembusan hingga merambah pada pasar Internasional, tentu menjadi sebuah hal yang menakjubkan.


      Menariknya, sering sekali wisatawan manca Negara berkunjung kemari hanya sekadar untuk mendokumentasikan ataupun ikut terjun mengikuti proses pengolahan. Serta tak sedikit pula, wisatawan membeli produk sabun dari olahan garam menjadi buah tangan mereka. 







Rabu, 05 Juli 2023

SISI GELAP BULELENG: MARAKNYA PRAKTIK SUAP MENYUAP DALAM PENGURUSAN SIM DI KOTA PETARUNG

 


       KEJUJURAN, JABATAN, dan PENEBUS KEBOHONGAN. Pernyataan singkat namun menakjubkan. Sebab terdapat arti atau makna yang sangat mendalam yang sering disalahgunakan. Bahkan menjadi hal yang sangat lumrah di tengah gempuran pemilihan. Tidak dipungkiri jika ketiga pernyataan itu  terjadi, sebab adanya jembatan besar yang menjadi pintu keberhasilan praktik ini. Keberhasilan besar yang dijadikan sebagai "ladang mencari uang tambahan". Sungguh menakjubkan! tidak lain dan tidak bukan hal ini karena dibantu dengan benda yang namanya "UANG". Tidak menutup kemungkinan jika praktik suap menyuap ini sering terjadi di beberapa kabupaten atau kota salah satunya yakni Kabupaten Buleleng. 

       Kabupaten Buleleng, merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Bali yang terkenal dengan edukasi, pariwisata, ataupun religi. Kebupaten yang terletak di Bali Utara ini memiliki objek wisata yang sangat terkenal sampai ke mancan negara yakni Lovina, tidak hanya itu kabupaten ini juga dikenal dengan kedisiplinan dalam berkendara dan bagusnya lagi hal ini sangat di patuhi oleh seluruh masyarakat dengan bukti sangat sedikit kasus-kasus pelanggaran lalu lintas di kabupaten ini. Tapi sayangnya dibalik keindahan yang dimiliki tersembunyi praktik suap menyuap yang jarang diketahui.

         Menjadi sebuah pemandangan yang biasa kita lihat jika kantor polisi di Banyuning ramai, keramaian inipun bukan tanpa alasan sebab banyak masyarakat berbondong-bondong datang untuk membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) hal ini bertujuan agar berkendara di tengah gempuran kota petarung ini bisa selamat dan aman. Akan tetapi, sangat disayangkan jika pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) di kantor polisi Banyuning dilakukan dengan cara yang salah sebab hal ini dijadikan sebagai “ladang mencari  uang tambahan” oleh oknum tidak bertanggung jawab. Tentu dengan mudahnya masyarakat diberi jembatan besar untuk membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) ini tanpa mengikuti persyaratan yang seharusnya diikuti. 

    Praktik suap menyuap ini menjadi fenomena yang lumrah terjadi di kantor polisi Banyuning yang berada di seberang jalan raya, terlebih sangat disayangkan yang melakukan ini merupakan seorang polisi yang mengenakan seragam coklat rapi. Seharusnya seseorang yang patuh terhadap peraturan yang berlaku berbanding terbalik dengan kepercayaan diri oknum polisi ini menjadi jembatan besar dalam proses suap menyuap pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) untuk masyarakat. Kedok yang dilakukan oleh oknum polisi ini yakni dengan menghampiri tiap masyarakat yang datang dengan bekal rayuan bantuan yang telah direncanakan. 

“Ada yang bisa saya bantu? Lagi cari SIM? Apakah sudah mendapatkan orang dalam? Kalau tidak saya bisa bantu!” ujar oknum polisi.

     Bak anggapan “Ada uang, semua jalan” hal ini menjadi fenomena yang lumrah terjadi di kantor polisi Banyuning ini, bahkan dengan seragam coklat layaknya seorang polisi yang patuh terhadap peraturan, oknum polisi ini dengan gagah dan percaya diri menghampiri masyarakat yang datang dengan rayuan bantuan. 

      Tidak heran apabila negara kita susah maju seperti negara lainnya, sebab rakyat sendiri menjadi kendala berkembangnya negeri tercinta. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan dengan penuh rayuan bantuan seketika menepiskan pemikiran untuk dapat menghalalkan segala secara yang salah. Padahal, seharusnya masyarakat diarahkan untuk mengurus segala pemberkasan namun lain halnya kami disuguhkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjadi bukti kelicikan suap-menyuap di “Rumah” keadilan.



    Bagaimanapun juga, meskipun pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Tetapi, kondisi seperti ini dibiarkan terus terjadi. Sebab hak ini akan merugikan kedua belah pihak antara masyarakat dan pemerintah.

      Kelicikan suap menyuap memang tidak main-main. Keuntungan dari hal inipun juga tidak main-main, mungkin inilah menjadi alasan dasar kenapa kelicikan ini bisa terjadi. Rp. 390.000,- menjadi harga yang dibandrol untuk setiap Surat Izin Mengemudi (SIM) dari pekerjaan gelap ini, sungguh sangat berbeda dengan harga asli yang hanya menyentuh Rp.100.000,- dan hal ini sebagaimana yang telah diatur dalam “Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2020 Tentang Jenis dan Trif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada polri”. Sungguh tawaran yang sangat mengiurkan. Harga tiga kali lipat dari tarif asli yang sudah ditetapkan menjadi iming-iming besar bahwa kebohongan menjadi halal dihadapan uang. 

      Nilai suap menyuap ini, yang seharusnya tidak dibayarkan, mencapai puluhan hingga ratusan ribu rupiah per pemohon. Jika praktik suap menyuap ini dilakukan oleh ratusan atau ribuan orang setiap harinya di berbagai daerah di Indonesia, jumlah praktik ini yang terkumpul bisa mencapai jumlah yang sangat besar. 

   Praktik suap menyuap ini masuk dalam pungli atau pungutan liar yang menjadi momok dalam birokrasi di sejumlah institusi di Indonesia. Di Kepolisian, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, bahkan secara tegas melarang tilang secara langsung untuk mengindari pungli. Maka secara tak langsung, mengakui praktik tersebut terjadi.
    

    Mengenai persoalan suap menyuap juga yang kerap dikeluhkan masyarakat terhadap pengurusan sejumlah surat, salah satunya  dalam  penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Kepolisian.
   
   Maraknya pungli nilai kepercayaan masyarakat terhadap polri menjadi terlukai. Padahal, di sisi lain polri menjadi pembenah praktik ini tetapi berbalik halnya jika oknum polri sendiri menjadi dalang praktik seuap menyuap ini. Dengan cap sebagai Kabupaten dengan standar ketertiban berlalu lintas tinggi, layaknya pemerintah daerah harus lebih sadar kembali terhadap keadaan bahwa tidak hanya pelanggaran lalu lintas saja yang harus diperhatikan tetapi juga sistem kinerja polisinya terutama di kandangnya sendiri. Sehingga hal ini bukan menjadi hal yang lumrah lagi dikalangan masyarakat dengan memberikan cap “Uang bisa membeli KEJUJURAN, JABATAN, dan juga PENEBUS KEBOHONGAN”.



         


       

        
        



        



         

Selasa, 04 Juli 2023

KAMPUNG GEL-GEL: Keharmonisan toleransi melalui tradisi!


        Kebersamaan, kehangatan, dan keharmonisan satu kesatuan yang selalu diharapkan. Sungguh sangat menakjubkan, sebab manusia dapat terbius dari ketiga kata tersebut. Tidak hanya untaian kata, tetapi pernyataan tersebut ternyata diterapkan di salah satu kampung tertua di Bali yakni Kampung Gel-Gel.

 

       Kampung Gel-Gel merupakan salah satu kampung muslim tertua di Pulau Dewata yang memiliki masjid berornamen Bali masih dipertahankan hingga saat ini menjadi bukti ikon toleransi. Kemunculan umat Islam di Desa Kampung Gelgel berawal dari 40 orang prajurit beragama Islam dari kerajaan Majapahit yang mengawal Raja Gelgel, Dalem Ketut Ngelesir yang baru pulang menghadiri konferensi di Majapahit yang diadakan oleh Prabu Hayam Wuruk pada tahun 1384. Sebagai tanda terimakasih, Dalem Ketut Ngelesir kemudian memberi hadiah berupa sebidang tanah yang berada di sebelah timur kerajaan Klungkung kepada 40 orang prajurit tersebut.

   Sebagian dari prajurit Majapahit tersebut kemudian menetap dan menikah dengan gadis gadis penduduk setempat dan pada tahun 1836 mereka mendirikan masjid Nurul Huda.  Menariknya kampung ini memiliki tradisi turun temurun yang masih dilestarikan. Perubahan zaman yang cukup pesat tidak menyurutkan dalam pelestarian tradisi turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat kampung Gel-Gel.  Akulturasi Budaya yang terasa hangat menjadi salah satu acuan untuk meningkatkan semangat. Keberadaan agama yang heterogen menumbuhkan perpaduan tradisi. Seperti tradisi megibung saat buka bersama di Kampung Gelgel, Klungkung.

 Tradisi bukber megibung dilakukan secara turun temurun bersama penglingsir puri klungkung, perbekel dan semua pihak yang tergabung dalam FKUB. Tradisi megibung merupakan salah satu warisan dari nenek moyang. Kegiatan yang dilakukan dengan buka puasa bersama dengan masyarakat bergabung menjadi satu. Sudah sejak ratusan silam, Kampung Gel-Gel terkenal akan tradisi megibung. Hingga akhirnya adat berjalan begitu saja. Menjaga keharmonisan hidup berdampingan yang sudah 600an tahun keturunan muslim tinggal di sini bersama warga beragama Hindu. Kampung Gel-Gel pun dikenal sebagai salah satu kampung yang memiliki toleransi tinggi antar umat beragama. 

       Tradisi megibung berasal dari kata "Gibung" yang berarti kegiatan duduk dan makan bersama dalam satu wadah yang disebut sagi. Sagi adalah nampan berbentuk lingkaran berbahan enamel. Sagi yang berisi makanan ditata rapi di atas deretan lantai ubin putih teras depan Masjid Nurul Huda di kampung Gel-Gel. 

        Sagi akan diisi nasi beserta lauknya seperti ikan, ayam goreng, sate lilit berbahan daging ayam, sayur dan sambal matah juga kerupuk dan beberapa botol air mineral.Tak ketinggalan buah-buahan seperti beberapa sisir pisang ambon, jeruk, dan salak ikut disajikan di dalam sagi, kemudian ditutup dengan tudung atau saap warna merah yang di atasnya diletakkan sekotak kurma. Tak jarang Raja Klungkung juga berkunjung ke desa tersebut untuk ikut berbuka puasa dengan warga Desa Gelgel yang mayoritas beragama Islam.

"Makanan yang dihidangkan di sagi itu merupakan sajian dari masyarakat Kampung Gel-Gel" ungkap Sahidin selaku tokoh masyarakat.

"Megibung ini tidak hanya dilaksanakan di lebaran Idul Adha, tetapi megibung ini juga dilaksanakan dihari besar lainnya. Mengenai sajian makanan dilakukan secara bergantian ole masyarakat berdasarkan data yang kita peroleh" lanjut Sahidin.

       Tak ada kesulitan yang begitu terasa untuk menyiapkan 86 sagi yang disajikan pada bukber megibung kali ini. Sahidin sudah membuat jadwal siapa saja warga yang menyajikan sagi tiap Ramadhan secara bergilir.  Tradisi megibung ini memiliki beberapa keunikan, di antaranya laki-laki melakukan megibung dengan laki-laki, sedangkan perempuan megibung dengan perempuan, boleh makan hingga puas, tidak memandang perbedaan kasta antara miskin dan kaya, digunakan sebagai media untuk berdiskusi dan bertukar pikiran dan digunakan media untuk saling mengenal dan mempererat hubungan, serta menyimbolkan nilai kebersamaan. Tidak ada aturan khusus mengenai makanan apa saja yang harus ada pada tradisi megibung, namun instrumen makanan yang ada dalam sagi ngeminang pun tidak jauh berbeda dengan makanan yang terdapat dalam dulang megibung. Megibung yang diadopsi oleh masyarakat Muslim Gelgel hanya merubah makanan yang sesuai dengan norma dan aturan dalam Islam, yakni diharamkannya daging babi dan segala macam darah hewan.

        Memandang sejarah Kampung Gel-Gel, memang benar jika kampung ini dikenal dengan kampung yang kuat atau tinggi toleransi. Memang seharusnya jika kampung Gel-Gel menjadi salah satu tujuan wisatawan, dilain sisi karena tradisi yang menakjubkan disisi lain kampung Gel-Gel memiliki toleransi kuat. Pada dasarnya wisatawan tidak cukup jika hanya memandang keindahan akulturasi budaya di kampung Gel-Gel tetapi wisatawan perlu untuk mengikuti tradisi ini dengan masyarakat kampung Gel-Gel lainnya. Suasana hangat kebersamaan hingga akhirnya menciptakan keharmonisan antar umat beragama menambah eksistensi kampung Gel-Gel menjadi salah satu kampung yang perlu dilestarikan. 


       Keunikan tradisi megibung yang dimiliki dapat menciptakan suasana hangat kebersamaan begitu terasa saat acara buka puasa di Masjid Nurul Huda. Mereka berbaur bersama sembari duduk bersila. Jelang petang tiba waktunya buka puasa. Masyarakat bersama-sama menikmati kudapan yang telah disediakan, dengan cara megibung.

          Ketika Bali menjadi tujuan utama wisatawan manca negara, kampung Gel-Gel merupakan salah satu kampung muslim yang perlu dikunjungi. Tingkat toleransi kuat hingga kini dilestarikan antar umat beragama, pelestarian yang patut ditiru oleh kalangan apapun. 

     Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta yang turut hadir dalam tradisi megibung tersebut mengimbau kepada masyarakat Desa Kampung Gelgel agar terus menjaga kebersamaan, keharmonisan dan silaturahmi yang sudah terjalin sejak dahulu 

     I Nyoman Suwirta menegaskan "Jaga kebersamaan dan keharmonisan yang sudah terjalin sejak dulu. Kerukunan, kebersamaan selalu menjadi contoh antar umat beragama untuk menjadi kekuatan kita membangun rasa cinta kasih antar sesama,” ungkapnya.



 

 

WAHANA HOROR DI PUSAT PERBELANJAAN KOTA SINGARAJA MENGHANTUI PIKIRAN MASYARAKAT TERTARIK UNTUK BERKUNJUNG

  Sebuah pusat perbelanjaan  di tengah kota Singaraja membuka wahana horor di dalamnya. Pasalnya, wahana ini hanya dibuka sementara dan berh...