BAB 7
MANUSIA MAKHLUK PENELITI
Pada bab 7 ini, akan dibahas bab – bab materi yang meliputi :
7.1 Dasar kewajiban melakukan penelitian
7.2 Kewajiban melakukan penelitian dan derajat manusia di sisi Allah
7.3 Kewajiban menerapkan pendekatan Islami dalam kegiatan ilmiah
7.4 Tuntutan Allah dalam wahyu pertama
7.5 Perlukah Islamisasi sains?
PENDAHULUAN
7.1 Dasar Kewajiban Melakukan Penelitian
Allah menuntut calon Nabi, Muhammad saw, untuk melakukan kegiatan pembacaan (iqra) sejak awal tugas kenabiannya. Bahan iqra yang menjadi tuntutan pada saat itu adalah mengenai masalah penciptaan manusia. Pembacaan yang dituntut adalah pembacaan yang seharusnya memerlukan penelitian yang mendalam. Penelitian itu dimulai dengan mempelajari sesuatu yang paling dekat dengan diri manusia, yaitu tentang dirinya, tentang bagaimana Allah menciptakan diri manusia. Memulai pengamatan tentang sesuatu yang dekat, yaitu diri sendiri, menjadi tuntutan yang paling awal. Dalam salah satu hadits, Nabi menegaskan: “Man ‘arafa nafsahu ‘arafa Rabbahu”: Barangsiapa mengenal (‘arafa) tentang kondisi dirinya maka akan lebih mudah mengenal Tuhannya. Allah juga menetapkan perintah pemeliharaan diri dari keburukan api neraka dimulai dari diri sendiri, dari sesuatu yang dekat dengan diri manusia. Tampaknya, apa yang menjadi tuntutan Allah selalu berawal dari sesuatu yang sangat dekat dengan manusia. Oleh karena itu, sebelum mencari tahu tentang sesuatu yang jauh di luar jangkauan, akan lebih baik mengolah pengetahuan yang terkait dengan hal-hal yang dekat dengan lingkungan. Ini menjadi tuntunan bagi manusia bahwa mengurus lingkungan diri sendiri harus lebih dahulu diselesaikan daripada mengurus sesuatu yang masih kurang jelas, sesuatu yang berada di luar jangkauannya.“Ibda binafsika”, adalah satu potongan kalimat hikmah yang telah populer. Perintah memulai sesuatu dari diri sendiri, sejalan dengan perintah Allah swt tentang pemeliharaan diri (autocare) yang dimulai dari kondisi diri, kemudian keluarga terdekat, berlanjut menuju lingkungan yang lebih luas. Seperti yang telah dikutip pada potongan ayat berikut ini,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya : " Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.(Q.S. At-Tahriim, 66: 06)
7.2 Kewajiban Meneliti dan Derajat Manusia di Sisi Allah
Wahyu Allah yang diturunkan pertama kepada Nabi Muhammad adalah surat Al-’Alaq ayat 01-05. Pada ayat yang kelima Allah memberi jaminan tentang pengetahuan yang akan didapatkan oleh orang-orang yang mau melakukan pengiqraan, penelitian. “’Allama al-insaana ma lam ya’lam” (Allah akan memberi pengetahuan kepada manusia tentang segala yang tidak diketahuinya). Pada ayat lain Allah memaksa manusia untuk selalu berusaha memperhatikan kejadian-kejadian yang ada di alam, bahkan tentang kejadian yang pernah terjadi pada masa lalu, masa manusia pertama hingga manusia-manusia kemudian. Sejalan dengan janji Allah tentang derajat orang yang memiliki ilmu akan lebih tinggi dibanding orang yang tidak memiliki ilmu, telah terbukti juga. Allah telah meninggikan derajat orang-orang kafir yang sadar-ilmu, sekalipun mereka tidak beriman, dibanding orang-orang muslim yang mengaku beriman tetapi tidak sadar-penelitian. Di dalam Al-Quran Allah swt juga menegaskan tentang keberadaan posisi dan kondisi masyarakat masa lalu yaitu assaabiquunal-awwaluun, mereka yang pertama menyatakan keislaman di hadapan Nabi saw. Tak perlu dipertanyakan, kondisi dan kualitas mereka, karena pengetahuan, pemahaman, dan sekaligus prilaku mereka terbimbing langsung oleh Nabi Muhammad saw. Seperti potongan ayat berikut ini,
وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا ۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Artinya : “ Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan” (Q.S. Al-An’aam, 06: 132)
Seperti telah disebutkan di atas, sains dan teknologi sebagai bentuk hasil olah ilmu, adalah sesuatu yang telah Islami karena semua bersumber dari ilmu Allah swt. Sains dan teknologi adalah bagian dari ilmu Allah swt yang dibagi-bagikan secara acak kepada siapapun yang memiliki keteguhan hati untuk mengolahnya. Allah swt tidak pernah membeda-bedakan penerima dan pengamal ilmuNya. Semua pengelola ilmu diberi kesempatan untuk mendapatkan hasil duniawi yang telah dijanjikan oleh Allah swt, yaitu kemuliaan di antara manusia-manusia lainnya. Sementara itu, janji Allah swt lainnya yaitu kemuliaan ukhrawi, baru bisa didapatkan oleh para pengelola ilmu yang mendasari kegiatannya dengan keimanan. Semua benda yang dirancang oleh manusia, berdasarkan bimbingan ilmu Allah swt, pada awalnya untuk mendaangkan kemaslahatan manusia sendiri. Tetapi, karena masing-masing manusia memiliki sifat tidak rasional --Edward de Bono membandingkan manusia dengan binatang yang lebih rasional dalam bertindak: bisa menentukan ya dan tidak-- sifat ini mengarahkan manusia kepada kondisi perubahan - perubahan. Oleh karena itu, bimbingan dan pedoman selalu diperlukan oleh manusia agar manusia bisa memaslahatkan hidupnya dan lingkungannya. Allah swt menganugerahkan aneka pilihan hanya kepada manusia, kepada mahluk lain Allah swt tidak memberikan hal itu.
7.3 Kewajiban menerapkan pendekatan Islami dalam kegiatan ilmiah
Al-Quran adalah sumber ilmu pengetahuan global. Al-Quran harus diolah-tafsir isinya. Oleh karena itu, Al-Quran harus menjadi sumber acuan keilmuan bagi manusia muslim. Isi Al-Quran mencakup segala segi ilmu pengetahuan yang akan dan telah ditemukan oleh manusia. Penemuan-penemuan masa kini telah tercatat lebih awal dalam kandungan Al-Quran. Lahirnya ilmu-ilmu duniawi yang hebat ada pada tuntunan dan sekaligus tuntutan yang telah diceritakan di dalam isi Al-Quran. Allah swt sengaja meninggalkan sejumlah bukti yang berkaitan dengan manusia masa lalu, yang pernah disebutkan lebih kuat dan lebih pintar. Seperti pernah disinggung, sejumlah tinggalan budaya fisik yang membuka mata manusia masa setelahnya, sengaja Allah swt jaga agar masih bisa diteliti dan ditemukan data-data tentangnya. Begitupun kondisi alam yang empat belas abad yang lalu diceritakan dalam isi Al-Quran. Oleh karena itu, isi Al-Quran harusnya menjadi sumber awal kegiatn penelitian, bukan buku karangan manusia atau sekadara laporan hasil penelitian manusia. Sumber otentik, kebenaran mutlak, ada dalam isi Al-Quran. Itulah gerakan publik yang harus dilakukan oleh para ilmuwan muslim, yaitu menempatkan Al-Quran sebagai sumber rujukan utama semua kegiatan keilmuan masa kini. Ada issue tentang pernyataan menteri pendidikan bahwa mata kuliah Pendidikan Agama akan ditempatkan pada semester akhir perkuliahan para mahasiswa S1. Entah “goyangan” apa lagi yang dikemukakan oleh menteri ini. Sebelumnya ada program Full Day School, yang belakangan dikritisi banyak pihak dan akhirnya diberitakan permennya dibatalkan oleh presiden; program lainnya akan melepas Pendidikan Agama dari kurikulum sekolah dan diserahkan pelaksanaannya kepada sekolah diniyah (Agama Islam) dan lembaga-lembaga keagamaan di lingkungan masyarakat. Issue terakhir, seperti disebut di awal paragraf ini, adalah menempatkan mata kuliah Pendidikan Agama pada semester akhir. Hal ini banyak dikritisi oleh para pengajar MPK. Padahal, pada awal pembahasan mata-mata kuliah wajib di PT umum adalah sebagai landasan keilmuan yang diharapkan bisa mewarnai keilmuan bidang studi. Oleh karena itu, mata kuliah jenis ini, termasuk Pendidikan Agama, ditempatkan pada semester-semester awal perkuliahan. Artinya, jika mahasiswa hanya bergantung kepada penyampaian materi pendidikan agama yang disampaikan oleh dosen di kelas, sungguh tidak akan mendapatkan bekal yang mencukupi. Hal itu, bisa diupayakan dengan cara blended learning yang diupayakan oleh dosen agar mahasiswa bisa mengakses lebih banyak informasi tersaring melalui pilihan-pilihan materi hasil pencarian dosen. Yang bisa mengikat ketekunan mahasiswa melakukan program tersebut adalah pemaksaan: tugas kuliah. Tanpa paksaan, upaya keras perbaikan tidak mungkin bisa dilakukan.
7.4 Tuntuan Allah dalam Wahyu Pertama
Segala ilmu yang beredar di alam ini adalah ilmu Allah swt. Sumber segala ilmu adalah yang Mahatahu, Allah swt pemilik segala ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, pada dasarnya, setiap ilmu lahir secara Islami. Tidak ada ilmu yang sekuler. Tidak ada sistem ilmu yang mengarah kepada kekufuran. Allah swt tidak membatasi keberhasilan para pengolah ilmu berdasarkan sisi keimanannya. Allah swt telah berfirman secara jelas dalam Al-Quran surat Al-‘Alaq, 96: 01-05, tentang proses keberilmuan seseorang dicontohkan lewat uswah hasanah Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad diminta untuk “membaca” (lebih daripada sekadar membaca secara harfiah, tetapi mengkaji, meneliti, menganalisis, merumuskan, dsb.) tentang awal kejadian manusia secara Ilahiyah. Tentu, ketika tuntutan itu disampaikan melalui malaikat Jibril dalam proses turunnya wahyu pertama, Nabi Muhammad saw hanya bisa berkata: “Maa Ana bi-qaari!”. Memang, keummian Nabi, kemudian menjadi penanda hikmah yang setelahnya baru disadari oleh para ahli, adalah terkait dengan pertanyaan gencar dan sengit dari orang-orang kuffar yang mempermasalahkan inti kandungan Al-Quran sebagai buatan Nabi sendiri
7.5 .Perlukah Islamisasi Sains?
Segala ilmu yang beredar di alam ini adalah ilmu Allah. Allah menurunkan ilmu kepada manusia hanya sedikit saja. Masih Maha Luas ilmu Allah yang tidak diberikan pengetahuannya kepada manusia. Allah tidak membatasi keberhasilan para pengolah ilmu berdasarkan ketaatan para pengelola ilmu kepada Allah. Artinya, Allah memberi kebebasan kepada siapapun untuk mendapatkan ilmu Allah, untuk memanfaatkan dan merasakan nikmat hasil mengolah ilmu Allah. Beriman tanpa berilmu, lebih banyak dipenuhi perilaku taqlid, ikut-ikutan, membebek. Di dalam Al-Quran disebutkan gambar perilaku para pembebek sebagai orang-orang yang patuh dan taat kepada sistem “aabaauhum”.Pola perilaku ini lebih bersifat ikut-ikutan tanpa dasar pengetahuan, hanya erpedoman kepada “bagaimana para pendahulu melakukan sesuatu”.Proses penemuan nuklir, ilmu tentang nuklir, konsep asasi sifat nuklir, ada dalam tatanan ilmu Allah (sunnatullah) yang Islami. Ilmu tentang mesin-mesin penghancur, tentang kelicikan politik, tentang suap, tentang maling, tentang cloning, tentang korupsi, dan masih banyak lagi, diizinkan oleh Allah tetap hidup dan bisa terus dikembangkan. Allah mengizinkan keberadaanya, tetapi Allah tidak ridha dengan hasil olahan ilmu tersebut. Sains diterjemahkan dengan pengertian ilmu pasti dan ilmu pengetahuan tentang alam. Ia merupakan gabungan dari kata ilmu (“pengetahuan yang disistematikkan” [Poeradisastra, 1981: 01]), pasti (logis, objektif, empiris, terdalil), pengetahuan (“kumpulan fakta yang saling berhubungan satu sama lain mengenai sesuatu hal tertentu” [Poeradisastra, ibid]), alam (alam nyata yang dicerap indera dan empiris). Teknologi, alihan kata dari technology. Dalam Kamus Inggris-Indonesia, misalnya yang disusun oleh Wojowasito (1982: 422), biasa diartikan ilmu pengetahuan tentang segala kepandaian membuat sesuatu. Sains dan teknologi tidak lahir tanpa pengolahnya, yaitu praktisi sains dan teknologi. Sains dan teknologi selama ini telah dipisahkan dari nilai-nilai agama. Melalui sains manusia tidak akan mendapatkan kebenaran mutlak. Kebenaran --Hidayat menyebutnya dengan istilah kebetulan, hanya berupa kebenaran sesaat dan setempat-- dalam sains, sesungguhnya berada di luar sains!
DAFTAR PUSTAKA
Al-Faruqi, Ismail Raji. 1999. Seni Tauhid Esensi Dan Ekspresi Estetika Islam.
Yogyakarta: Bentang
Al-Hassan, Ahmad Y. dan Donald R. Hill. 1993. Teknologi dalam Sejarah Islam.
Bandung: Mizan
Bono, Edward De. 1991. Penerapan Pola Berpikir Lateral. Jakarta: Binarupa Aksara
https://hmasoed.wordpress.com/2011/01/10/iqra%E2%80%99-perintah-pertama-
kepada-nabi-saw/
iQuran V 2.5.4 for Android
Mansoer, Hamdan. et.al. 2004. Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam,
Departemen Agama RI
Nataatmaja, Hidayat. 1982. Karsa menegakkan Jiwa Agama dalam Dunia Ilmiah Versi
Baru Ihya Ulumiddin. Bandung: Iqra
Nataatmaja, Hidayat. 1984. Ilmu Humanika. Bandung: Risalah
Poeradisastra, S.I. 1981. Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan Modern.
Jakarta: Girimukti Pasaka
Suryana, Jajang. 1997. “Isalamisasi Praktisi Sains dan Teknologi”. Makalah dalam
Kajian Studi Islam Pengajian Muslimah Mahasiswi STKIP Singaraja
Suryana, Jajang. 2004. Kajian Pemikiran Sederhana tentang Islam. Kumpulan tulisan.
Singaraja
Suryana, Jajang. 2010. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi
Umum. Singaraja: Tespong
Suryana, Jajang. 2010. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi
Umum V.2.0. Singaraja: Tespong
Taufiq, Mohamad. 2013. Addins Quran in Ms Word V 2.2.0.0. https://www.facebook.
com/QuranInMsWo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar